Artikel ini berangkat dari adanya tuntutan masyarakat terhadap pemerintah mengenai rencana pemekaran wilayah Brebes bagian selatan yang tidak menemui titik terang dari jaman dahulu hingga saat ini. Permasalahan ini sudah berlangsung sejak lama, bahkan sebelum Indonesia mengalami reformasi. Tetapi, pemerintah kurang merespon baik tuntutan dari masyarakat sehingga permasalahan rencana pemekaran wilayah Brebes Selatan terjadi sampai berlarut-larut. Permasalahan yang timbul tidak hanya merugikan pemerintah karena memerlukan waktu yang cukup lama dalam melakukan penyelesaian permasalahan ini. Namun, hal tersebut juga menimbulkan kerugian bagi masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kelayakan Brebes Selatan untuk menjadi daerah otonomi baru.
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji kelayakan dari wilayah Brebes Selatan yang ingin menjadi daerah otonomi baru, serta mengkaji berbagai permasalahan yang terjadi didalamnya. Namun, terdapat beberapa persyaratan yang belum dapat dipenuhi sehingga menjadikan rencana pemekaran wilayah Brebes Selatan menjadi terhambat dan berlarut-larut.
Setelah reformasi, pemekaran wilayah gencar diajukan oleh beberapa wilayah di Indonesia yang menyebabkan daerah otonomi baru semakin bertambah setiap tahunnya. Tidak terkecuali wilayah Brebes bagian selatan yang berencana melakukan pemekaran dari Kabupaten Brebes. Terdapat berbagai alasan yang timbul atas rencana pemekaran yang diusulkan tersebut. Namun, rencana pemekaran wilayah Brebes bagian selatan masih menimbulkan polemik dalam kalangan pemerintah maupun masyarakat mengenai kelayakannya serta dampak yang ditimbulakan atas pemekaran yang dilakukan.
Rencana pemekaran wilayah Brebes Selatan menjadi perhatian berbagai pihak sehingga banyak yang melakukan penelitian terhadap rencana pemekaran ini. . Menurut salah satu tokoh Brebes Selatan, Abdul Karim Nagib, mengatakan bahwa rencana pemekaran Kabupaten Bebes bagian selatan sudah muncul sejak tahun 1957 (sebelum reformasi). Pada saat itu, wacana pemekaran hanya sekadar pembicaraan dari mulut ke mulut belaka dan hanya berupa pendapat. Tidak ada tindakan lebih lanjut mengenai pemekaran wilayah Brebes Selatan.
Pasca reformasi rencana pemekaran kembali diserukan, salah satu tokoh yang memperjuangkan rencana ini yaitu H.S.A Basori selaku anggota DPR-GR Kabupaten Brebes saat itu. Namun, upaya pemekaran saat itu kandas dan tidak dilanjutkan kembali karena saat itu Presiden Soekarno mengeluarkan kebijakan moratorium untuk pemekaran, sehingga gerakan tersebut tidak dilanjutkan kembali. Pada akhirnya, keinginan warga Brebes bagian selatan untuk melakukan pemekaran dari kabupaten induknya kembali menguat pasca pemilukada tanggal 7 Oktober 2012. Keseriusan mereka ditanggapi oleh beberapa tokoh masyarakat beserta pejabat daerah hingga bekerjasama melakukan kajian daerah Brebes Selatan dengan beberapa akademisi untuk melihat kesesuaian rencana pemekaran ini.
Berbagai faktor alasan muncul sebagai dasar rencana pemekaran wilayah Brebes Selatan. Alasan pemekaran tersebut yang pertama yaitu aksebilitas wilayah Kabupaten Brebes bagian selatan yang jauh dari pusat kota dan pusat pemerintahan. Hal tersebut menjadikan mobilitas masyarakat terhambat karena jarak yang jauh antara Brebes Selatan dan pusat kota. Masyarakat Brebes Selatan merasa kesulitan mengenai jauhnya jarak yang ditempuh, lamanya waktu perjalanan, dan mahalnya ongkos transportasi apabila mereka harus pergi ke pusat pemerintahan.
Dewi Aryani, wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX (Kabupaten Brebes, Tegal, dan Kota Tegal) mengemukakan bahwa jarak dari enam kecamatan ke ibu kota Kabupaten Brebes relatif jauh dengan waktu tempuh antara 2 sampai 3,5 jam. Misalnya, apabila ada warga Salem yang akan ke Kecamatan Brebes, harus menempuh jarak sekitar 111 km dengan waktu tempuh sekitar 3,5 jam. Lain halnya apabila ibu kota Brebes bagian selatan terdapat di Bumiayu, maka jarak tempuh akan lebih cepat yaitu hanya 2 jam. Kemudian, jarak Bantar Kawung ke ibu kota kabupaten sekitar 91 km, Sirampog sekitar 89 km, Paguyangan sekitar 84 km, Bumiayu sekitar 77 km, dan Tonjong sekitar 70 km.
Selain itu, kondisi ini juga menyebabkan pelayanan publik yang kurang optimal, kurang efektif, dan kurang efisien. Terlebih lagi, kondisi ini membuat jangkauan pelayanan fasilitas umum yang terbatas. Kabupaten Brebes memiliki kondisi wilayah yang terdiri dari wilayah pesisir dan perbukitan, hal tersebut menimbulkan permasalahan dalam pelayanan antar kecamatan. Meskipun dalam Perda Nomor 2 Tahun 2011 terkait RT/RW Kabupaten Brebes yang dibagi kedalam 3 Satuan Wilayah Pembangunan (SWP), namun dalam praktik lapangan pembangunan dan pelayanan publik hanya terfokus di pusat pemerintahan yang lokasinya berada pada daerah pesisir atau wilayah Brebes bagian utara. Kecemburuan dirasakan oleh masyarakat Brebes Selatan mengenai pembangunan yang kurang dilakukan di wilayah mereka. Infrastruktur dan sarana prasarana warga masih dikatakan cukup minim di daerah Brebes bagian selatan.
Selain terjadi pro dan kontra dalam masyarakat mengenai rencana pemekaran wilayah Brebes Selatan, terdapat beberapa dampak yang akan ditimbulkan apabila rencana pemekaran ini akan terwujud. Dampak yang terjadi dapat sebagai dampak yang positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari adanya pemekaran wilayah Brebes Selatan yaitu adanya kemandirian daerah Brebes Selatan dalam mengelola wilayahnya sendiri sehingga pelaksanaan pemerintahan, pelayanan masyarakat, dan pembangunan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Namun, disisi lain dampak negatif yang dimungkinkan akan terjadi yaitu apabila persiapan mengenai pemekaran wilayah Brebes Selatan masih kurang, seperti sarana dan prasarana yang belum memadai akan menjadikan kekacauan dalam pelaksanaan pemerintahan dan pelayanan masyarakatnya. Selain itu, konflik sosial masyarakat akan lebih kompleks terjadi karena persaingan akan semakin meningkat.
Terlepas dari adanya pro dan kontra yang terjadi, jika ditinjau dari dasar rencana pemekaran, berbagai syarat yang telah terpenuhi, dan kebermanfaatan yang lebih terasa, maka Brebes Selatan dapat dikatakan layak untuk menjadi daerah otonomi baru. Namun, beberapa persyaratan untuk menjadikan Brebes Selatan sebagai daerah otonomi baru belum dipenuhi sehingga proses pengujiannya masih terhambat.
Kelayakan dan keberhasilan pemekaran wilayah seharusnya tidak hanya mempertimbangkan dari sisi persyaratan teknis dan fisik kewilayahan saja, mengingat pendapat atau aspirasi dari masyarakat yang terkena dampak juga menjadi pertimbangan sebagai tujuan pemekaran. Oleh sebab itu, aspirasi dari masyarakat perlu ditingkatkan berdasarkan tujuan masyarakat terhadap kelayakan pemekaran wilayah Kabupaten Brebes. Apabila rencana pemekaran wilayah Brebes Selatan terealisasi, maka pelaksanaan otonomi daerah wilayah Brebes Selatan dapat optimal dan permasalahan yang menjadi polemik selama ini dapat teratasi.