Mangkuk hijau itu masih di sana. Sudah berjam-jam, tapi lilitan mie di garpu tetap utuh. Wanita itu hanya meraih gelas berisi kopi hitam.
Tiba-tiba ia berujar, "Mbak, tolong dibungkus ya!"
Akhirnya ia berhenti membisu. Kulihat Narmi mengambil mangkuk lalu memindahkan isinya ke kantung plastik.
Ia memandangku dengan sorot mata yang layu. Mata bening itu, sepertinya aku pernah bertemu. Mungkin aku sudah gila karena jatuh cinta pada seseorang yang tidak kukenal.
Setelah ia pergi, aku baru sadar jika setengah hatiku ia bawa serta.
*
Esok paginya, aku duduk-duduk di depan trotoar restoran. Jantungku mau copot saat pandanganku beradu dengannya. Hampir setiap hari pujaanku mampir walau hanya minum secangkir kopi.
"Mas, restorannya sudah buka?"
"Belum, tapi silakan masuk."
Wanita itu mengekor di belakangku lalu duduk di kursi favoritnya. Aku bergegas menyiapkan secangkir kopi tanpa gula, minuman kesukaannya.