Matahari tersenyum malu-malu. Kuhirup udara segar yang bertiup dari jendela yang lupa kututup semalaman. Selamat pagi dunia! Aku Sasya Monica. Gadis yang selalu ingin terlhat gembira walau galau melanda.
Kurentangkan tangan lalu meregangkannya ke depan. Mata dikucek pelan-pelan, mulut terbuka lebar-lebar. Ah, seharusnya aku gosok gigi sebelum tidur, tetapi semalam ngantuk berat dan lupa melakukannya.
Kutinggalkan ranjang lalu meraih sikat gigi warna merah jambu. Pasta giginya juga merah jambu, sayang rasanya bukan rasa jambu. Setelah membersihkan gigi, aku berdoa dalam hati, semoga dagangan hari ini laku lagi. Ya, sebenarnya tiap pagi aku bersyukur karena bisa membuka mata dan menikmati penghasilan yang lumayan.
Tetapi kapan aku bisa kaya? Apakah aku harus menikah dengan anak juragan, baru bisa punya restoran lele yang besar? sebaiknya aku cepat-cepat menyelesaikan ritual mandi lalu berangkat ke Pasar Sumber waras, tentu untuk kulakan.
Usai mandi, kuraih kaca mini, ada cabe yang terselip di gigi. Kata orang, harga cabe mahal, maka jangan dibuang dari selipan geligi karena menandakan bahwa kita orang kaya. Ada-ada saja! Entah mengapa bisa terselip seperti ini. Sepertinya selain membeli lele dan cabe, aku harus membeli sikat gigi baru di pasar.
Ah walau harga cabe mencapai 130.000 rupiah per kilogram, tetapi aku wajib membelinya. Apakah artinya pecel lele tanpa sambal dan lalapan? Ya, Tetapi tidak menyurutkan semangatku untuk menghidangkan lele terbaik kepada para pelanggan.
Cepat-cepat kupulaskan lipstik warna pink coral lalu berangkat ke pasar. Tentu naik becak langganan. Pak Trimo sudah setia menunggu. Kusampaikan bahwa acara belanja hari ini agak lama, tetapi jangan takut karena ada tipsnya. Bapak tua itu tentu setuju, karena tahu bahwa akan membawa uang setidaknya 25.000 rupiah pagi ini.
Pasar Sumber Waras.teap seperti hari biasanya. Warna tembok kecokelatan dan nuansanya jadul, tetapi tak menyurutkan antusiasme orang-orang untuk berbelanja di sana. Ya, namanya , juga pasar tradisional. Becek, agak kumuh, itu sudah biasa. Yang penting harganya murah, dan yang terpenting, ada penjual lele yang memberi harga yang cocok di kantong.
Karim namanya. Pemuda berparas manis yang mampu menyentuh hatiku. Walau kausnya tertutupi oleh celemek, tetapi tak bisa menyembunyikan dada bidangnya.
Ada lesung pipi yang muncul saat ia tersenyum. Jenggotnya yang tipis membuatnya tampak makin seksi! Ah, Karim, seandainya kau tak memakai kaus lusuh tetapi diganti dengan kemeja dan celana jeans, orang-orang pasti tak tahu bahwa kau seorang pedagang lele di pasar.
Aku termenung di depan kios Karim. Tak kupedulikan rayuan dari bibi di kios sebelahnya, yang menyatakan bahwa harga bawang putih hari ini lebih murah. Juga tak kuhiraukan godaan dari paman penjual cabe, katanya kalau beli sekaligus 5 kg dapat gratis cabe besar 1 ons. Karim, yang penting adalah senyum Karim!