Lihat ke Halaman Asli

aep saefudin

profil terbaru

Umara Gandeng Ulama Cegah Covid-19

Diperbarui: 7 Desember 2020   15:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketika Ulama dan Umara Berkolaborasi Tangani Covid-19

Provinsi Banten sejauh ini masih menjadi salah satu provinsi yang memiliki tingkat penyebaran covid-19 cukup besar. Untuk menyikapi masih bertambahnya jumlah kasus covid-19, Gubernur Banten menerbitkan surat keputusan berkaitan dengan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) se-Banten.  

Selain pemberlakuan PSBB, Pemprov Banten dan pemerintah kabupaten/kota juga sudah melakukan berbagai upaya, baik preventif maupun kuratif, guna memutus mata rantai penyebaran covid-19.    

Tanpa menapikan peran pihak-pihak lainnya yang juga bersama-sama menangani dan mencegah covid-19, peranan tenaga medis memang sangat vital, karena langsung berhadapan dengan pasien yang positif covid-19.

Namun, boleh jadi upaya keras yang dilakukan tenaga medis untuk mengakhiri pandemi bakal tidak berhasil optimal, manakala kita semua tidak ikut andil dalam pencegahan covid-19, tentu sesuai porsinya.

Ulama dan para cendekiawan, bisa berperan sebagai sosok sentral dibalik suksesnya sosialisasi pencegahan virus korona. Dengan segala kemampuan yang dimiliki serta hubungan yang baik dengan para jamaah atau santrinya, ulama memiliki kapasitas untuk menyampaikan pesan tentang tata cara beribadah di tengah pandemi.

Apa jadinya ketika tiba-tiba pihak yang tidak memahami agama menyampaikan pesan tentang tata cara ibadah di erah pandemi, lengkap dengan imbauan agar salat berjamaah menjaga jarak, memakai masker, bahkan diimbau untuk tidak salat berjamaah.

Boleh jadi, pesan itu tidak akan berhasil dan hanya berlalu begitu saja. Betul memang ada pepatah menyebutkan, "Perhatikan apa yang dikatakan, jangan perhatikan siapa yang mengatakan", tapi penyampai pesan ke publik atau ke khalayak harus tetap memerhatikan jati dirinya.

Zaenal Maarif dalam bukunya Retorika Metode Komunikasi Publik menyebut pembicara publik hanya mengatakan kebaikan yang sudah dilakukan, dan melakukan kebaikan yang dikatakan. Karena ketidakselarasan perkataan dan perbuatan dinilai tidak etis. Bahkan pembicara publik sebaiknya menyerap sifat-sifat nabi, yaitu jujur (shiddiq) dapat dipercaya (amanah) cerdas (fathonah) dan komunikatif (tablig).

Bagaimana pun, ulama merupakan salah satu pemangku pendapat (opinion leader) atau orang-orang yang perkataan dan pernyataannya akan didengar dan diikuti. Ketika mereka menyampaikan pesan maka para pengikut secara umum akan menerima pesan tersebut dan mengikutinya.

Langkah Dinas Kesehatan Provinsi Banten yang merangkul Majelis Ulama Indonesia, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Aisiyah, Fatayat, FSPP dan elemen lainnya dalam upaya memutus mata rantai covid-19, perlu disambut baik.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline