Siapa yang tidak mengenal nama Hary Tanoesoedibjo, pengusaha tajir yang paling sukses di negeri ini, sampai sekarang. Bahkan, pada 2011 ia masuk daftar orang terkaya di Indonesia, seperti yang pernah di rilis majalah Forbes. Masa itu, Hary menempati peringkat ke -22 orang terkaya di Indonesia, dengan total nilai kekayaan mencapai US$ 1, 19 milliar, atau setara dengan Rp 13, 5 triliun. Fantastis! Disamping itu, Hary Tanoe adalah Calon Presiden Republik Indonesia.
Meskipun begitu, Hary Tanoe dikenal publik bukan karena harta kekayaannya yang berlimpah, akan tetapi karena ia sering menjadi pusat pemberitaan di berbagai pemberitaan Media elektronik berskala Nasional dan keterlibatan beliau di kancah politik Nusantara, terakhir ia tercatat sebagai ketua umum Partai Perindo. Bagi Hary, muncul di layar kaca tentu bukan perkara sulit, ibaratnya asal ia mau, kapan saja ia bisa.
Jabatannya sebagai Presiden Direktur di Media Nusantara Citra (MNC) dan RCTI mampu dimanfaatkan secara baik. Sehingganya, publik dapat menyaksikan langsung setiap aktivitas Hary Tanoe dan Partai Perindo-nya di media televisi tersebut. Bukan hanya itu, grup medianya juga mencakup stasiun radio Trijaya FM, dan media cetak Harian Seputar Indonesia, majalah ekonomi dan bisnis Trust, juga ada tabloid remaja Genie. Dengan begitu banyaknya wadah pemberitaan yang ia kuasai, di era online seperti sekarang ini, mustahil jika masih ada yang bilang tidak mengenali beliau?
Belakangan, nama Hary Tanoe menjadi perbincangan warganet, dan sempat menjadi viral di berbagai sosial media, seperti twitter. Apalagi, kalau bukan karena kasus 'sms ancaman' yang tengah beliau hadapi, ditambah pula dengan pernyataan sikap serta pilihan politik Partai Perindo yang serba mendadak dan sangat mengagetkan itu.
Seperti diketahui, per tanggal 22 Juni 2017, Hary Tanoe ditetapkan sebagai tersangka terkait pesan singkatnya yang dikirimkan ke Jaksa Yulianto yang diduga mengandung unsur ancaman dan melanggar pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Dan sejak ditetapkan sebagai tersangka, Chairman MNC grup itu dicegah bepergian ke luar negeri. Sejak kasus sms ini membuncah, pemberitaan soal Hary Tanoe semakin massif di media. Tentu saja, dalam menyikapi isu yang mengemuka, pastinya terjadi pro dan kontra di kalangan Netizen. Ada banyak yang mencerca, tidak sedikit pula Netizen yang membela Hary Tanoe.
Bagi saya pribadi, kasus yang menimpa Hary Tanoe ini biar saja prosesnya diselesaikan secara hukum, oleh lembaga-lembaga dan orang-orang hukum, karena mereka yang lebih paham hukum dan bisa mendalami fakta-fakta hukum yang terjadi. Pun jika nanti HT terbukti bersalah, maka itu menjadi keputusan hukum. Sebagai pemerhati media, saya lebih mengedapankan azaz praduga tak bersalah, intinya, saya menolak pembahasan yang mengarah kepada ranah hukum.
Bersinar terang di dunia usaha, tidak lantas membuat nasib Hary Tanoe gembintang di dunia politik. Saya berpandangan, Hary Tanoe kurang beruntung, sejak berkecimpung di kancah perpolitikan nasional. Jika dibandingkan dengan karir bisnis beliau yang moncer itu, bertolak belakang, bisa dibilang jauh panggang dari pada api. Dan dalam perjalanan politiknya bersama Partai Persatuan Indonesia (Perindo), cenderung zigzag.
9 Oktober 2011, Hary Tanoe terkonfirmasi bergabung dengan Partai Nasdem. Ia menduduki posisi sebagai ketua dewan pakar, dan juga sebagai wakil ketua majelis Nasional. Gerakan perubahan yang didengung-dengungkan Partai Nasdem, semangat semboyan itu didapat dari Hary Tanoe. Sejak saat itu pula, setiap jejak langkah politik Hary selalu terendus oleh media. Selang dua tahun kemudian, tepatnya 21 Januari 2013, Hary Tanoe mengumumkan bahwa ia resmi mundur dari Partai Nasdem. Harry Tanoe berdalih, waktu itu berbeda pendapat dan pandangan soal struktur kepengurusan partai.
Setelah keluar dari Nasdem, Hary Tanoe resmi bergabung dengan Partai Hanura, terhitung sejak tanggal 17 Februari 2017. Sebagai politisi yang kerap mengedepankan bahwa politik itu adalah idealisme, sikap Hary Tanoe yang gemar loncat dari satu partai ke partai lain ini patut dipertanyakan? Mengingat, hanya berselang satu bulan saja sejak bercerai dengan Nasdem, Hary Tanoe sudah 'menikahi' partai baru, yang lebih menggiurkan, mungkin. Dari sini saya mulai berfikir, apakah semudah itu idealisme digadaikan?
Selanjutnya, Hary Tanoe menjabat sebagai ketua Bapilu dan bakal calon wakil presiden dari Partai Hanura, berpasangan dengan Wiranto, pada pemilu tahun 2014. Bisa saja, Hary Tanoe mengakui bahwa ia merupakan sosok perubahan yang idealis, akan tetapi, publik dan Netizen tidak akan terkecoh. Sudah terlampau banyak rekam jejak yang ia tinggalkan, dalam waktu yang relatif singkat. Harusnya di Perindo saat ini Hary Tanoe sudah matang secara politik, Perindo adalah Partai yang ia deklarasikan sendiri pada tanggal 7 Februari 2015. Di Perindo Hary Tanoe sering melakukan road show dan safari politik ke hampir seluruh daerah yang ada di Indonesia.
Semangat baru muncul, ditambah dengan tingginya antusiasme masyarakat terhadap partai baru Hary Tanoe ini. Lihat saja sewaktu Pilkada DKI Jakarta beberapa waktu lalu, bersama Partai pengusung Anies-Sandi yang lain, Perindo mampu memenangkan Pilkada. Tidak tanggung-tanggung, Hary Tanoe bersama Perindo saat itu menjungkalkan Ahok-Djarot yang diusung partai-partai besar pendukung pemerintah, pada putaran kedua. Menurut saya, ini sebuah prestasi bagi Perindo. Saat itu Hary Tanoe juga bersikap sangat kritis terhadap pemerintah pusat, terlihat dari beberapa kali pernyataan keras beliau menantang kebijakan presiden Jokowi.