Kata pedalaman selalu diidentikan dengan lingkungan yang tenang, alam yang hijau dan budaya yang unik. Namun, sayangnya ada sisi lain yang luput dari pandangan kita, yaitu mengenai sulitnya ekonomi, tingginya angka gizi buruk, susahnya akses pendidikan, buruknya infrastruktur, serta pengelolaan lingkungan yang jauh dari kata baik.
Di pedalaman NTT dan NTB contohnya, banyak sekali sarana publik yang tidak layak pakai, tapi tetap digunakan. Hal ini terjadi karena tidak adanya biaya maupun bantuan yang memungkinkan mereka untuk membangun infrastruktur baru seperti toilet, sekolah, rumah, masjid dan musholla.
Selain infrastruktur, masalah yang juga sering terjadi adalah kekeringan panjang selama musim kemarau. Kekeringan yang terjadi di sana benar-benar mengkhawatirkan karena akses air bersih begitu sulit. Untuk mendapatkan akses air bersih, masyarakat NTT mesti berjalan jauh melewati gunung sampai ke mata air. Air yang mereka peroleh diangkut ke pemukiman dengan menggunakan wadah ember atau jerigen.
Untuk lebih lengkapnya, berikut akan kami ulas kembali beberapa kisah dari pedalaman yang dapat menjadi alasan bagi kita semua agar kembali berdonasi untuk pedalaman :
1.Kondisi ekonomi yang sangat terbatas
Di pedalaman sana, lapangan kerja tidak sebanyak di kota, gaji atau pendapatan yang diperoleh pun sangatlah sedikit. Sebagai contoh, seorang guru di pedalaman menerima upah hanya sebesar Rp350.000, dan itupun diterima dalam waktu tiga bulan sekali.
Bayangkan bagaimana jika kita yang ada di posisi tersebut, tentunya kita akan sangat kerepotan dan mencoba mencari tambahan pemasukan sana-sini untuk memenuhi kebutuhan.
Dengan penghasilan yang sangat sedikit, para guru di pedalaman tidak hanya menghidupi diri mereka sendiri, tapi juga isteri dan anak-anaknya. Hal ini tentunya sangat berbeda dengan kita yang hidup di daerah perkotaan dengan pendapatan bisa dibilang cukup atau mungkin justru berlebih.
2.Tetap kekeringan meski musim hujan
Sejak beberapa bulan lalu, kita sudah dihampiri oleh hujan yang turun hampir setiap hari. Persediaan air berlimpah, bahkan di beberapa daerah sungai meluap hingga menyebabkan banjir. Namun, di NTT malah sebaliknya.
Saat ini, di Kampung Noko, Kab. Timor Tengah Selatan (TTS) tengah mengalami kesulitan mendapatkan air bersih untuk kegiatan sehari-hari mereka seperti minum, mandi, dan mencuci. Hal ini tentunya sangat berbeda dari kondisi yang kita alami saat ini.
Untuk mendapatkan air, warga di pedalaman meski menunggu bantuan air bersih dari lembaga kemanusiaan yang tidak bisa dipastikan kapan datangnya. Ada juga lembaga yang mencoba memberikan bantuan pengeboran untuk menemukan sumber air bersih, salah satunya adalah Insan Bumi Mandiri.
Sejak 2019 lalu, Insan Bumi mandiri yang disingkat dengan IBM sudah melakukan upaya penyaluran air bersih dan pengeboran sumber mata air di beberapa wilayah NTT dan NTB seperti Kampung Tuniun, Desa Wae Tulu, Dusun Ndano Ndare, Kampung Doluwala, Kampung Mangge dan banyak lagi wilayah lainnya.