Putusan PTUN siang ini yang mengabulkan kubu Ical semakin memberikan gambaran bahwa konflik di tubuh partai Golkar masih panjang dan berliku. Setidaknya ini masih memberikan gambaran bahwa proses hukum yang berjalan masih pada jalur yang semestinya, namun yang perlu disadari bersama adalah bahwa akan semakin banyak energi yang akan dikeluarkan .
Sejak awal sudah dapat diprediksi bahwa konflik Partai Golkar kali ini sudah pada thapan yang akut, sebelum-sebelumnya pasca munas Partai Golkar memang menyisakan konflik bahkan sampai melahirkan partai baru. Namun kali ini konflik yang terjadinya eskalasinya semakin meluas, bibit-bibit perpecahan sebenarnya memang muncul sebelum munas dengan keinginan ARB untuk kembali maju dimunas di Bali dan terasa bahwa ARB tidak menginginkan ada persaingan dimunas yang akan dilakukan. Tentunya itu bukan faktor tunggal terjadinya rentetan konflik di Partai Golkar setelah sebelumnya juga terkait pemilu dan arah politik partai Golkar pada Pilpres dan pasca pilpres. Kita semua tau bahwa Partai Golkar belum terbiasa diluar kekuasaan sehingga ini juga yang menimbulkan berbagai macam perspektif dikalangan kader dan petinggi Partai Golkar mau kemana akan diarahkan kendali partai.
Partai Yang Matang Dengan Sistem dan Kaderisasi
Partai Golkar selama ini dikenal dengan partai yang mumpuni, kekuatan SDM dengan sistem perkaderan yang matang menjadikan Partai Golkar adalah partai yang selalu memegang kendali dalam sistem perpolitikan nasional. Ini bukan hanya isapan jempol semata tapi kalau kita track dari perjalanan Partai Golkar maka bisa kita lihat itu, bagaimanapun konflik yang mejangkit selalu dapat diselesaikan dengan baik tanpa mengganggu sistem perkaderan dan tetap menjadi partai yang tangguh. Modal sistem dan perkaderan yang tertata dan berjalan sistematis ini menjadikan Partai Golkar yang dikategorikan partai yang secara ideologi sebenarnya tidak kuat namun karena sistem sudah berjalan menjadi partai yang cukup disegani dan bahkan sebagian polanya menjadi role models partai modern.
Namun kali ini Partai Golkar benar-benar sedang diuji kembali akankah partai yangselama ini disegani dengan sistem dan kaderisasinya akan lolos dari ujian demi ujian. Konflik hari ini antara kubu ARB dan Agung Laksono sudah masuk pada eskalasi yang terlalu jauh dan cenderung destruktif. Konflik bukan hanya distuktur partai namun sudah masuk diwilayah legeslatif dan ini kali pertama dalam konflik Partai Golkar yang seperti ini.
Padahal saat ini agenda politik didepan mata, dari persoalan internal yaitu penataan sistem ketika Partai Golkar tidak berada pada kekuasaan dan tantangan menjadi partai modern, belum lagi agenda politik pilkada serentak yang akan dilakukan akhir tahun ini. Tentunya dengan adanya konflik yang ada saat ini berat bagi partai Golkar untuk mempu memegang dan menyelesaikan berbagai agenda yang ada. Dan ini akan berakibat pada nasib Partai Golkar di pemilu 2019, begitu banyak energi terbuang untuk mengurusi konflik tanpa memperhatikan beberapa hal urgen yang akan menentukan masa depan partai Golkar itu sendiri.
Pertanyaannya sekarang adalah, mampukah Partai Golkar lepas dari jerat konflik kali ini dan masih dianggap menjadi role models partai politik di Indonesia yang sistem perkaderannya sudah berjalan? Atau justru ketika tidak mampu keluar dari jerat konflik yang ada, maka Partai Golkar hanya akan menjadi cerita bahwa Partai Golkar pernah besar..
Atau justru konflik kali ini akan manjadikan kartu mati Partai Golkar?
Siapa yang diuntungkan dengan kondisi kali ini, kader Partai Golkar, Pengurus Golkar atau justru pihak lain yang bertepuk tangan dan bergembira mendapatkan keuntungan dari kondisi ini?
Kita semua belum tau, kita tunggu episode-episode selanjutnya bagiamana Partai Golar lepas dari jerat konflik yang ada...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H