Lihat ke Halaman Asli

Universal Coverage Dan Prinsip Terima Kasih

Diperbarui: 8 Agustus 2015   15:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="http://warta6.com"][/caption]

Apa kabar? Sehat?”; “Gimana keluarga? Sehat semua kan?”. Sebuah sapaan hangat dan sering kita dengar bahkan kita lakukan juga kepada teman, sahabat serta kerabat. Dan tanpa kita sadari, mengapa pertanyaan sekaligus sapaan tersebut selalu tentang kesehatan? Karena kesehatan memang begitu penting. Dengan tubuh yang sehat, kita dapat melakukan aktifitas seperti biasanya. Dengan tubuh yang sehat, kita dapat mencari nafkah untuk keluarga. Dengan sehat, anak-anak dapat menuntut ilmu. Dengan sehat, seorang istri dapat mengurus rumah tangga.

Ironisnya, di negara ini biaya pengobatan sangat tinggi, bahkan harga obat-obatan juga tergolong tinggi jika kita bandingkan antara harga dengan kualitas dari obat itu sendiri. Menimbang faktor tersebut, maka muncul sebuah ungkapan yang berbunyi “Orang Miskin Dilarang Sakit”. Betapa miris mendengar kalimat tersebut. Mungkin dalam arti yang sesungguhnya bukan dilarang, tetapi alangkah baiknya mencegah agar tak terjangkit penyakit.

Di era Universal Coverage sekarang ini, seyogyanya ungkapan tersebut sudah tidak berlaku lagi, dimana semua lapisan masyarakat wajib menjadi anggota dari program tersebut. Dengan demikian setiap individu dijamin untuk memperoleh pelayanan kesehatan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan.

 

“Kemampuan yang besar, melahirkan tanggung jawab yang besar pula”

 

Di Indonesia, program ini sepenuhnya berada di tangan PT. Askes yang kini telah bertransformasi menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan. Dalam perjalanannya sejak 2014 silam, BPJS Kesehatan menjalankan program ini belum sepenuhnya berjalan mulus. Berbagai masalah kerap mendera anggota bahkan tubuh BPJS sendiri. Namun tentunya, semua ini adalah proses pembelajaran, proses pembenahan dan proses perkembangan BPJS Kesehatan dalam rangka menjalankan amanah untuk rakyat Indonesia.

Secara teori, program yang dikelola oleh BPJS Kesehatan sekarang ini sangat mirip dengan kebudayaan warisan leluhur kita. Dimana setiap individu bergotong-royong untuk membantu sesama, tanpa pandang kasta, ras, agama, suku dan golongan. Singkatnya, dari iuran yang ditarik oleh BPJS Kesehatan akan dikumpulkan dan digunakan sebagai pembiayaan bagi yang membutuhkan.

Sangat mulia bukan? Namun kenyataan di lapangan justru berbanding terbalik. Masih banyak yang terjadi, anggota BPJS Kesehatan yang tidak mendapatkan pelayanan sebagaimana cita-cita yang dipaparkan dalam program Universal Coverage. Kendala ini tak lepas dari perilaku kita sendiri sebagai anggota.

Banyak para anggota yang tak melanjutkan iuran BPJS Kesehatan setelah merasakan klaim jaminan pelayanan kesehatannya, atau baru mendaftarkan diri menjadi anggota ketika membutuhkan jaminan tersebut. Hal-hal seperti ini menjadi salah satu faktor penghambat jalannya program Universal Coverage terlepas dari kurang baiknya kerjasama antara pihak BPJS Kesehatan dengan Fasilitas Kesehatan (Faskes) tingkat 1 maupun Fasilitas Kesehatan Rujukan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline