Lihat ke Halaman Asli

Menggapai Asa Pendidikan

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Proses pendidikan sebagai pembelajaran bagi generasi penerus bangsa memegang peran penting dalam upaya antisipasi perubahan dan ancaman bangsa ke depan. Proses pendidikan diharapkan mampu melahirkan generasi dengan kemampuan analisa dan pola pikir terbaik dalam menyelesaikan permasalahan. Pendidikan merupakan kunci kesuksesan bangsa menghadapi tantangan kehidupan yang semakin lama semakin rumit. Akibat pentingnya pendidikan, berbagai upaya dilakukan segenap lapisan untuk melahirkan proses pendidikan yang baik dan berkwalitas. Khusus untuk Indonesia, pola pendidikan dari tingkat dasar hingga pendidikan tinggi telah beberapa kali mengalami perubahan untuk menemukan format ideal sesuai dengan jiwa dan semangat masyarakatnya serta amanat yang telah dituangkan baik dalam konstitusi maupun undang-undang pelaksanannya.

Namun demikian, meski beberapa kali mengalami perubahan, kecenderungan pendidikan di Indonesia belum mampu menciptakan generasi penerus kuat dan tangguh dalam menghadapi berbagai perubahan dan tantangan. Bahkan, kecenderungan saat ini adalah gamangnya para peserta didik menghadapi tantangan global. Banyak peserta didik saat ini merasa seperti boneka yang harus memenuhi kehendak guru tanpa mampu menuangkan ide dan pemikiran sendiri. Akibatnya, peserta didik menjadi “gerombolan manusia” yang hanya berusaha mencapai hasil maksimal dalam nilai mata pelajaran serta lulus Ujian Akhir Nasional (UAN) sebagai pencapaian prestasi tanpa memperhatikan cara bagaimana memperoleh prestasi. Demikian pula, system pendidikan tinggi pada beberapa universitas yang dikejar hanyalah pencapaian nilai maksimal mata kuliah – mata kuliah yang diajarkan tanpa pernah memperhatikan cara perolehannya.

Proses pendidikan yang sekedar mengejar nilai formal, mengakibatkan peserta didik menjadi “robot” yang bekerja dan berjalan secara mekanikal dan kehilangan “jiwa” sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari seorang manusia. Lambat laun, peserta didik kehilangan semangat kebangsaan seperti sering kita lihat dalam perkembangan pelajar dan mahasiswa terkini. Apabila hal ini tidak segera diatasi, bukan tidak mungkin keinginan segenap lapisan masyarakat untuk menatap kejayaan bangsa tinggal mimpi karena telah digerogoti sendiri oleh generasi penerusnya akibat rancunya system pendidikan nasional yang kita terapkan.

Apa dan bagaimana menyikapi perkembangan pendidikan Indonesia saat ini?

Melihat pola kehidupan masyarakat Indonesia yang kental dengan nilai budaya lokal selain “budaya impor”, tentunya memerlukan pemikiran strategis dalam upaya menemukan system pendidikan bermutu yang lebih berbasis pada budaya lokal masing-masing daerah. Proses pembelajaran – baik formal maupun informal- sudah seharusnya berusaha untuk mencapai nilai kemanusiaan yang menjadi inti pokok kehidupan. Pola pendidikan, selain mengambil alih pola pendidikan “impor” yang selama ini selalu diterapkan, semestinya dilebur dengan system pendidikan lokal yang sudah makin memudar dalam kehidupan masyarakat di negeri ini.

Alur dan proses dengan memadukan system “impor” dengan pola pendidikan lokal diharapkan dapat terlaksana dalam upaya menemukan jati diri setiap peserta didik sebaga inti kehidupan. Kecenderungan selama ini, pola pendidikan “impor” yang diterapkan tidak mampu menciptakan generasi penerus yang kuat dan mapan menatap masa depan. Generasi melalui system pendidikan “impor” cenderung melahirkan generasi yang terkontaminasi pola konsumerisme dan materialisme yang lambat laun menjadi generasi hedonis. Akhirnya, generasi yang menjadi tulang punggung bangsa tidak lebih dan tidak bukan adalah generasi yang diciptakan menjadi “robot” dan tidak mampu menyentuh esensi kemanusiaan.

Pola pendidikan dengan penyatuan system “impor” dengan pendidikan lokal diharapkan mampu melahirkan manusia yang kenal akan dirinya. Dengan munculnya generasi yang kenal akan dirinya, maka generasi tersebut tentu akan mengenal Tuhannya dan ketika mengenal Tuhan, setiap manusia akan mengenal lingkungannya dengan baik dan bijak. Seorang manusia yang mengenal lingkungan dengan baik dan bijak akan berusaha melahirkan prestasi yang terbaik bagi alam dan lingkungannya. Melalui pola ini, diharapkan generasi yang terlahir bukan sekedar generasi “robot” yang mengejar keberhasilan dan kesuksesan semu dengan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan dan kearifan dalam menjaga kelangsungan lingkungannya. Dengan pola ini akan terlahir generasi yang memiliki kemampuan untuk melihat kesuksesan sebagai sebuah pencapaian prestasi yang menyeluruh dengan tetap memperhatikan kesejahteraan masyarakat dan lingkungannya.

Generasi yang telah memiliki kemapanan dalam menatap setiap persoalan dengan pendekatan “kejiwaan dan kemanusiaan”, tentu akan melahirkan pola dengan pendekatan moral dan humanity guna merancang pembangunan bangsa ke depan. Melalui generasi ini, diharapkan dongeng indah anak negeri tentang Civil Society yang saat ini terus diperdengarkan tentu akan terwujud sebagaimana mestinya. Generasi inilah yang kelak mampu mengembalikan kejayaan sebagaimana yang pernah kita rasakan beratus-ratus tahun lalu saat bangsa ini masih terbentuk dalam suatu system kerajaan baik itu di masa Majapahit, Sriwijaya, Pasai atau pun kerajaan lainnya. Tanpa generasi yang mengenal diri dan lingkungan, mimpi besar untuk meraih kejayaan tinggal cerita pengantar tidur balita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline