Lihat ke Halaman Asli

Ramai Mencerca Pembebasan Saipul Jamil

Diperbarui: 8 September 2021   12:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak Kamis 2 September 2021 lalu, Saipul Jamil Terpidana kasus pedofilia anak sesama jenis dan kasus penyuapan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara ini menghirup bebas dari Lapas Cipinang, setelah hampir 5 tahun 7 bulan mendekam dibalik jeruji besi tersebut. Bahkan pembebasannya pun dibuat acara sejak keluar pintu Lapas Cipinang dengan penyambutan bak pahlawan yang telah berjasa kepada negara dan diberikan ruang oleh sebuah stasiun televisi swasta.

Hal ini tentu menimbulkan reaksi yang kontra terhadap pembebasan Saipul Jamil ini. Dari mulai seksolog Zoya Amirin, ahli hukum pidana Abdul Fickar Hajar, kalangan artis, dan kalangan masyarakat pada umumnya yang selama ini  cenderung permisif terhadap perilaku seksual menyimpang sesama jenis ini. 

Bagi seksolog dan ahli hukum pidana dan semua kalangan tersebut yang kontra berpandangan bahwa pembebasan Saipul Jamil tersebut telah melukai perasan korban dan keluarga korban yang menjadi korban pedofilia sesama jenis dari Saipul Jamil. Hal ini jelas akan menimbulkan trauma yang berkepanjangan bagi korban dan akan mempengaruhi kondisi psikologis korban dikemudian hari. 

Bagi yang pro hal ini merupakan hal yang biasa saja sebagai sebuah sikap yang permisif dan menganggap perilaku kekerasan seksual dan perbuatan menyuap hakim oleh Saipul Jamil merupakan hal yang biasa dan normal. Sikap kalangan ini cenderung melakukan dekriminalisasi terhadap perilaku seksual menyimpang sesama jenis, in casu pedofilia sesama jenis dan penyuapan hakim.

Sikap sebagian masyarakat yang mencerca pembebasan Saipul Jamil, tidak seramai ketika kasus ini mulai muncul pada Februari 2016 lalu. Masyarakat seakan acuh dan tidak peduli dengan penyimpangan sosial yang terjadi saat itu. Penulis juga cukup heran ketika melihat reaksi masyarakat saat ini yang cukup besar dalam "mencerca" pembebasan mantan suami Dewi Persikk ini.

Rupanya mereka baru sadar bahwa selama ini membatasi pemaknaan kekerasan itu hanya sekedar hanya pencederaan atau penderitaan fisik semata. Padahal sebenarnya kekerasan secara hakiki memiliki makna setiap degradasi dan dehumanisasi berupa sikap merendahkan harkat dan martabat manusia sebagai korbannya baik secara psikis, sosial maupun seksual. Ketika kasus Saipul Jamil ini muncul belum terasa akibat dari degradasi dan dehumanisasi dari korbannya. Hal ini baru terlihat ketika pembebasan Saipul Jamil pada 2 September 2021 kemarin.

Seharusnya masyarakat bereaksi atas perilaku tercela Saipul Jamil sejak awal, namun reaksi berupa cercaan ini baru terjadi beberapa hari lalu. Sebagai pelaku kejahatan dan mantan narapidana, Saipul Jamil melakukan tindakan tercela sekaligus dua dalam waktu yang bersamaan; yakni pedofilia sesama jenis dan penyuapan hakim (tindak pidana korupsi). 

Kedua perbuatan tersebut memiliki tingkat ketercelaan yang tinggi yang seharusnya ada reaksi sejak awal. Hal ini merupakan fenomena baru bagi masyarakat Indonesia. Ada fenomena baru berupa ketersinggungan sosial yang tinggi ketika melihat narapidana disambut bak pahlawan, dan rasa simpati yang tinggi atas korbannya. 

Ahli psikologi lintas budaya Wen-Shing dan Jing Hsu (dalam buku Handbook of Cross-Cultural Psychology, Psychopathology, 1980) menyebut gejala seperti itu sebagai minor psychological disorder (gangguan jiwa minor)Penjabarannya lebih kurang, penyimpangan perilaku yang kemudian cenderung dianggap wajar karena banyak dilakukan oleh dan dalam  masyarakat, sebagai reaksi dari kondisi stres  dan frustasi yang dihasilkan oleh kondisi sosial dan budaya tertentu.  

Wen-Shing dan Jing Hsu kemudian melakukan pengamatan dan memberi contoh sampai ke pembagian kategori dari apa yang disebut sebagai perilaku menyimpang. Disini meliputi: penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya, penyimpangan perilaku seksual, kebrutalan berikut tingkah laku destruktif, termasuk usaha pencapaian keinginan pribadi yang merugikan diri sendiri dan orang lain, gangguan psikologis yang sifatnya epidemis.

Gejala minor psychologial disorder ini muncul dalam aksi menyambut pembebasan Saipul Jamil. Sebuah penyimpangan perilaku seksual dan penyimpangan sosial berupa penyuapan dianggap sebuah hal normal oleh orang lain disekeliling Saipul Jamil. Namun masih dianggap perilaku abnormal oleh sebagian besar atau mayoritas bangsa Indonesia. Jadi reaksi kontra dari mayoritas warga masyarakat Indonesia berupa cercaan terhadap pembebasannya justru merupakan fenomena bangkitnya kepedulian sosial untuk melindungi korban kekerasan seksual sesama jenis, in casu pedofilia sesama jenis yang dilakukan Saipul Jamil.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline