Lihat ke Halaman Asli

Menggugat Surat Edaran Kapolri No. 7 Tahun 2018

Diperbarui: 25 Maret 2019   09:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Secara diam-diam Kapolri pada 27 Juli 2018 kemarin menerbitkan produk Jukrah (Petunjuk dan Pengarahan) dalam instrumen aturan kebijakan Surat Edaran Kapolri No. SE/7/VII/2018 tentang Penghentian Penyelidikan.

Hal ini secara kebetulan penulis ketahui ketika menerima jawaban dari Polresta Bogor Kota selaku Termohon dalam perkara Permohonan Praperadilan dengan Nomor Register : 2/Pra.Pra/2018/PN.Bgr di Pengadilan Negeri Bogor. Penulis dan istri sebagai Pemohon prinsipal dalam perkara tersebut.

Penulis dan keluarga menjadi korban selama dua kali. Pertama, menjadi korban kejahatan Pengaduan Fitnah kepada Pembesar Negeri sebagaimana dimaksud Pasal 317 KUHP sebagaimana Laporan Polisi No. LP/713/VIII/2017/Resta Bogor Kota tanggal 4 Agustus 2017. Kedua, menjadi korban adanya kebijakan dari Pimpinan Polri yang memberikan petunjuk dan pengarahan agar mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penyelidikan apabila tidak ditemukan peristiwa pidana.

Bagi penulis, keluarnya Surat Edaran Kapolri No. 7 tahun 2018 ini cukup mengagetkan, dan menyimpang dari ketentuan hukum acara pidana KUHAP (UU No. 8 tahun 1981) dan Peraturan Kapolri No. 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Secara hierarki perundang-undangan Surat Edaran pun tidak termasuk dalam tata urutan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Selain itu Surat Edaran juga tidak memuat norma hukum yang bersifat mengikat secara umum. Melainkan hanya sekedar petunjuk teknis dan petunjuk pengarahan bagi internal Polri.

HIERARKI PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA 

Indonesia adalah sebuah yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat). Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional.

Pernyataan konsitusional dalam UUD 1945, Pasal 1 ayat (3) tersebut bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum mengandung makna luastentang berlakunya prinsip negara berdasarkan hukum (rechtsstaat) seperti diberbagai negara lain. Menurut Willem Konnjnenbelt, terdapat empat unsur penting gagasan negara hukum yaitu :

1.   Pelaksaan kekuasaan memerintah harus berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar atau undang-undang yang diakui             (wetmatigheid van bestuur);

2.   Pemerintah harus menghormati hak-hak asasi manusia (grondrechten);

3.   Kewenangan pemerintah tidak boleh terpusat melainkan diserahkan kepada berbagai organ negara, yang berimbang dan saling mengawasi                         (machtsverdeling);

4.    Perbuatan tindakan pemerintah harus dapat dikontrol oleh badan peradilan yang menilai secara bebas sahnya perbuatan tersebut (rechtterlijke                  controle).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline