Lihat ke Halaman Asli

Bisakah Warga Negara diusir dari Kediamannya Sendiri?

Diperbarui: 11 Agustus 2015   08:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pernahkah anda mengalami, melihat, atau mendengar ada seorang warga negara dan keluarganya yang menjadi korban tindak pidana diusir dari rumah kediamannya yang sah ? Bila belum pernah maka akan penulis ceritakan kisah nyata yang terjadi baru-baru ini. Dan seandainya ada kisah yang mirip terjadi dalam rangka HUT ke 70 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ini, maka layak pula dibagi pengalaman melalui tulisan ini.

Mengusir penjajah yang bercokol di suatu negara itu adalah hal yang lazim. Begitu pula pengalaman memerdekakan negeri ini dari penjajahan Belanda, Inggris, Portugis dan terakhir Jepang, dilakukan oleh para pendahulu kita dengan berjuang sekuat tenaga untuk mengusir penjajah agar hengkang dari negeri ini.

Di beberapa masyarakat adat di Indonesia ini, memang bukan hal yang aneh bila ada warga adat yang di hukum usir melanggar hukum adat yang berlaku di suatu daerah atau suku. Namun di zaman mutakhir saat ini, merupakan hal yang langka hukum usir ini diberlakukan kepada warga adat, apalagi dalam masyarakat yang berstruktur heterogen.

Kisah Nyata.

Ini kisah nyata yang merupakan kejadian luar biasa yang terjadi saat ini. Seorang warga negara yang menjadi korban kejahatan, dan berlaku hukum positif, seorang oknum menggalang warga lainnya dengan cara diprovokasi dan di agitasi, agar warga negara tersebut dan keluarganya di usir dari kediamannya yang sah. Tidak tangung-tanggung, yang diprovokasi dan diagitasi tersebut adalah Kepala Desa, Sekretaris Desa dan perangkat desa lainnya, aparat kepolisian setempat dan bahkan unsur-unsur dari kecamatan setempat. Pelaku dan otak intelektualnya pun bukan main, seorang oknum anggota Polri berpangkat Brigadir, dan masih bertugas secara aktif hingga saat ini. Sanksi pun terhadapnya belum berjalan maksimal dan belum memiliki deterrent effect atau efek jera terhadap pelakunya. Korbannya pun suami-isteri yang berprofesi sebagai advokat. Bila seorang advokat saja bisa menjadi korban kejahatan oknum anggota Polri, lalu bagaimana halnya dengan masyarakat awam ?

Maksud oknum anggota Polri berpangkat Brigadir kelihatannya tidak lain adalah untuk menghapus pertanggungjawaban pidana yang akan dimintakan terhadap si pelaku. Dan korban dibuat malu dan dipermalukan di depan khalayak umum yang terprovokasi dengan fitnah keji antara lain tukang rusuh, pengganggu ketentraman dan keamanan warga, dan lainnya. Padahal sebaliknya korban dan keluarganya bersikap positif dalam bermasyarakat dan membangun fisik dan mental masyarakat sekitar. Untuk mencapai tujuannya dikerahkanlah isteri, mertua dan keluarganya yang lain. Selain itu didatangkan lah seorang Reporter muda dari Harian RB di Bogor, dimana saat penyerbuan sang Reporter muda ini berada di garda depan mengambil gambar kebiadaban mereka melakukan aksinya. Dan  keesokan harinya berita tersebut dimuat di Harian RB tanpa konfirmasi kepada korban dan kelihatannya dipesan untuk menghancurkan harkat dan martabat korban sekeluarga dan berusaha membunuh karakter korban dan keluarganya. Dan merupakan kejadian luar biasa pula dalam menjalankan aksinya oknum Polri masih menikmati gaji yang berasal dari APBN yang nota bene berasal dari uang rakyat. Selain itu, aparat kepolisian setempat termasuk atasan oknum anggota Polri ini mengetahui hal ini dan senyatanya telah membiarkan perbuatan biadab yang tidak mengenal perikemanusiaan. Sungguh luar biasa, ada peristiwa yang melanggar etika profesi Polri dan melanggar ketentuan hukum pidana dibiarkan berlangsung sebagai suatu peristiwa dan berlalu begitu saja serta dimungkinkan berlanjut untuk mengulangi perbuatannya.

Saat ini yang bersangkutan sudah ditetapkan statusnya sebagai Tersangka karena melakukan tindak pidana penganiayaan di Polresta Bogor, jadi harus menunggu apa lagi korban untuk mendapatkan keadilan atas perlakuan sewenang-wenang dari oknum anggota Polri berpangkat Brigadir yang bertugas di Polres Bogor ini. Sementara keberhasilannya menebar fitnah dan kebencian, provokasi dan mengusir seorang warga negara dari tempat tinggalnya belum disentuh oleh hukum dan atasannya. 

 

Pelanggaran Hak Konstitusional dan Hak Asasi Manusia.

Apakah kisah nyata merupakan pelanggaran hak asasi manusia ? Sangat jelas !. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap hak konstitusional dan hak-hak mendasar yang dimiliki oleh seorang warga negara beserta keluarganya. 

Menurut Pasal 28 G UUD 1945 ayat (1) dan (2) disebutkan hak warga negara atas perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda. Selengkapnya penulis kutip :

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline