Lihat ke Halaman Asli

Tetanggaku Yang Dermawan (1)

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami menjadi penduduk di Bogor pada Mei 2004 yang lampau. Rumah kami terletak di sebuah kavling yang penghuninya sebagian besar adalah pegawai negeri di instansi tersebut di Bogor. Usia pernikahan aku dan isteriku baru 2 bulan. Sejak menikah, kami coba menyewa sebuah rumah di kawasan Pasar Minggu, namun tidak cocok cuacanya yang agak panas, dibandingkan Bogor yang ketika itu masih dingin dan sejuk.

Sebelum menikah, memang aku sudah tinggal selama 11 bulan di kota Bogor, dipinggiran sungai Cisadane. Suasanya pepohonan yang rindang dan suara deras air sungai Cisadane itu tetap merindukanku selama sekitar dua bulan kami menetap di Jakarta sebagai pasangan pengantin baru.

Rumah ini adalah rezeki pertama di awal pernikahan kami. Ketika kami menempati rumah tersebut, istriku baru saja mengandung dengan usia kandungan 2 bulan putra kami yang pertama.

******

Disebelah kiri rumah kami masih tanah kavling kosong. Disebelah kanan kami bertetangga dengan seorang pegawai negeri di instansi tersebut. Didepan agak kanan pun tetangga kami pegawai negeri di instansi lembaga penelitian biologi di kota Bogor, agak kirim di depan dan berseberangan dengan kamar tidur utama kami diseberang jalan ada sebuah rumah yang diisi oleh keluarga suami isteri dengan 2 orang putra kedua suami isteri mengelola sebuah cabang panti asuhan di Bogor. Dua tetangga yang berseberangan di depan rumah kebetulan masih berkeluarga dekat, mereka masih sepupuan, sehingga mengesankan agak kompak.

Tetangga kami yang bekerja di panti asuhan yang berkantor pusat di kawasan Kramat, Jakarta Pusat, ini agak unik. Mereka cukup dermawan di lingkungan kami. Ketika ada acara perlombaan 17 Agustusan, hadiah untuk para pemenang lomba difasilitasi oleh pasangan ini. Mulai handuk, sabun, dan beberapa keperluan sehari-hari yang dihadiahkan kepada anak sekitar komplek dan anak kampung sekitar. Bahkan logistik pun keluar dari rumah tangga pasangan pengelola cabang panti asuhan ini.

Ada juga sebuah masjid, yang ketika kami datang ke komplek itu terbengkalai, baru terpancang fondasi disekelilingnya, sebagai penghuni baru penulis berusaha berbuat baik dengan melakukan inisiatif melanjutkan pembangunan kembali. Pasangan ini cukup aktif dan seakan berlomba tak mau kalah dengan tetangga lain yang menyumbangkan hartanya untuk pembangunan masjid itu. Intinya mereka tidak mau kalah dengan yang lain dalam hal berbuat kebaikan.

Dengan kata lain, tetangga sekitar pun terinspirasi untuk berderma dan berbuat kebaikan. Bahkan penduduk asli (baca: pribumi) pun terbuai dengan perbuatan baik dan semangatnya berlomba berbuat kebaikan.

Dari segi finansial pun tetanggaku ini cukup makmur dan berkecukupan. Ketika para tetangga bertamu pun semua kebutuhan pokok pun ada di rumah itu. Sebagai tamu, para tetangga cukup dimanjakan. Bahkan ketika anak pertamaku, sepekan sebelum lahir, kami sudah dihadiahi selimut yang biasanya dipakai untuk dewasa. Hadiah untuk putra pertamaku tak tanggung-tanggung selimut untuk dewasa, bukan untuk bayi.

*****

Setelah kami tinggal di komplek itu sekitar 2 tahun, kami mendapat kabar bahwa istri tetanggaku itu sakit diabetes, dan dirawat disebuah rumah sakit di Bogor. Ada sekitar dua pekan di rumah sakit sebelum akhirnya meninggal dunia lalu dikubur di kampung di Jawa Tengah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline