[caption id="attachment_197932" align="aligncenter" width="300" caption="Dok. Pribadi"][/caption] [caption id="attachment_197941" align="aligncenter" width="300" caption="Dok. Pribadi"]
[/caption] Pernyataan Denny Indrayana soal advokat pembela koruptor menimbulkan kontroversi yang panjang. Hampir semua advokat tersinggung dengan pernyataan Denny Indrayana yang menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM ini. Kicauan Denny Indrayana yang awalnya di twitter tersebut, justru melebar kemana-mana, sampai di bahas di "pengadilan" Indonesia Lawyers Club-nya Karni Ilyas. Denny berkicau di akun twitter-nya, bahwa advokat pembela koruptor sama dengan koruptor. Pernyataan Denny itu seolah menggeneralisir bahwa seolah semua advokat pembela koruptor adalah sama dengan koruptor. Disini Denny mengidentikkan advokat identik dengan kliennya yang koruptor itu. Hal ini bertentangan dengan Pasal 18 ayat (2) UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat. Saya jadi merasa aneh bin ajaib ketika melihat Denny Indrayana, ketika berkicau di panggung publik. Seorang profesor hukum dari UGM dan juga menjadi Waki Menteri Hukum dan HAM RI, membangun opini dan kerangka berfikirnya justru bertentangan dan menabrak norma undang-undang yang berlaku, dalam hal ini UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat. Menjadi hak setiap advokat dalam menjalankan profesinya untuk tidak diidentikkan dengan kliennya. Kode Etik Advokat Indonesia dan UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat menjamin hak advokat untuk tidak diidentikkan dengan kliennya, semisal koruptor, pembunuh, pemerkosa, pencabul, dan sebagainya. O.C. Kaligis, sebagai salah seorang advokat senior sampai harus melaporkan Denny Indrayana ke Polda Metro Jaya karena pernyataan Denny di Twitter pada Sabtu (18/8) yang berbunyi: "Advokat koruptor adalah koruptor, yaitu advokat yang asal bela membabi buta tanpa malu terima uang bayaran dari hasil korupsi." Denny Indrayana dilaporkan melanggar asas praduga tak bersalah dan Pasal 310, 311 dan 315 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang pencemaran nama baik juncto Pasal 22 dan 23 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Memang Denny Indrayana, sudah meminta maaf secara terbuka, namun banyak kalangan menilai Denny Indrayana meminta maaf namun tidak tulus dan ikhlas. Seperti itulah sifat keras kepala dan kepala batunya Denny Indrayana. Menurut penulis, kasus kicauan Denny Indrayana, tidak cukup berhenti dengan meminta maaf dari Denny Indrayana atau pencabutan laporan dari rekan OC Kaligis, misalnya. Kasus ini harus dituntaskan baik secara hukum maupun secara politis. Sangatlah aneh apabila, Presiden SBY dan Menteri Hukum dan HAM, dibantu oleh seorang Wakil Menteri Hukum dan HAM yang Profesor Hukum ini, tapi tingkah polah dan fikiran-fikirannya justru melanggar hukum itu sendiri. Sebelum kasus ini dituntaskan, mari kita tanya secara berjamaah kepada Denny Indrayana, apakah beliau pernah menjadi pengacara praktek ?, apakah beliau sebagai pengacara praktek benar-benar "bersih" dalam menjalankan prakteknya ? apakah di rekeningnya ketika masih aktif di PUKAT UGM pernah menerima aliran dana dari advokat hitam untuk menjalankan aksi-aksi anti korupsinya ? Sepengetahuan saya Denny Indrayana, awalnya seorang asisten pengacara dan cara berfikirnya pun biasa-biasa saja bahkan kacau. Saya belum mendapatkan surat kuasa yang asli sebagaimana scanning dokumen diatas, saya baru dapatkan fotokopinya. Kenapa ya Presiden SBY sampai terpesona ya, ketika menarik Denny Indrayana sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, dan kemudian terakhir mengangkatnya sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM ? Semakin menambah kekacauan sektor hukum saja. Wallahu a'lam... Baca juga artikel tentang sepak terjang Denny Indrayana : 1. Denny Indrayana Mmelawan Mafia dan Anti Kkorupsi Benarkah 2. Mengganjal Agito Abimanyu Perpres 762011 Mengkatrol Denny Indrayana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H