Lihat ke Halaman Asli

Hal Klise yang Nyata

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jalan terbaik sudah disiapkan. Mungkin kalimat itu klise. Tapi sejauh ini, kata-kata itu entah kenapa senantiasa tepat disaat aku menyadari keseluruhan kejadian yang telah berjalan. Begitu banyak sebenarnya kejadian yang akhirnya berakhir dengan kalimat, “Ternyata ini jalannya…” Namun kali ini, mungkin aku ingin sedikit membagikan apa yang baru saja ku alami.
Di luar sana aku lihat langit makin gelap. Langit yang tadinya biru cerah dan penuh awan putih itu berganti warna, lambat laun makin tak terlihat apa-apa. Terlebih aku tak duduk dekat jendela. Aku makin tak bisa mengamati apa yang terjadi di udara malam hari itu. Tak ada teman mengobrol di kanan dan kiri. Paling hanya pramugari. Itu pun untuk bertanya atau menawarkan makanan dan minuman. Empat jam terasa begitu lama.
Aku sedang dalam perjalanan menuju Guang Zhou, Cina. Sebenarnya di pesawat itu ada seorang yang aku kenal. Baru saja aku kenal. Dia teman yang ada dalam projek yang sama denganku. Secara kebetulan, aku ada di penerbangan yang sama. Sebelumnya aku terbang dari Jakarta ke Kuala Lumpur. Sendiri. Tapi tak masalah, masih banyak bahasa Indonesia di kanan kiri. Sampai di Kuala Lumpur, mulai berbeda semua. Setelah tahu aku dan Chee Min, temanku dari Malaysia, akan terbang bersama, kami mulai membuat janji, lewat media sosial. Sesampainya di Kuala Lumpur dan menemukan sambungan internet gratis, langsung saja aku kirim pesan.
“Aku duduk di depan gerbang T10, pakai jaket biru, dan tas pink,” tulisku.
“Aku pakai kaus coklat dan celana jins biru,” balasnya. Tentu saja kami pakai bahasa Inggris.
Aku menunggu cukup lama, dan akhirnya asyik sendiri dengan ponselku, membalas ucapan selamat jalan dari teman-teman di Indonesia.
“Maria?” tanya seseorang tiba-tiba.
“Ya, so you are…..” balasku
“Chee Min,” jawabnya.
Dan kami pun bersalaman. Dilanjutkan dengan percakapan-percakapan, ya khas basa-basi, maklum, masih sama-sama mencari tahu bagaimana kira-kira orang yang baru pertama kali ditemui ini. sampai akhirnya pintu di buka, dan kami berjalan ke tempat pesawat kami berada.
“Kamu yakin ini jalan yang benar?” tanyaku setelah sekian lama berjalan dan tak juga menemukan pesawatnya.
“Sepertinya, orang-orang berjalan ke sana. Kita ikuti saja,” katanya. Kami berdua pun tertawa. Ya, takut saja tiba-tiba salah pesawat.
“Guang Zhou… Guang Zhou…” teriak petugas bandara. Tenang, kami di arah yang benar.
Perjalanan malam itu agak kurang menyenangkan. Empat jam lamanya. Aku dan Chee Min duduk terpisah. Sakit kepala. Tak bisa tidur. Dan jelas, jadi melelahkan.
Kami berdua mengira, setelah sampai Bandar Udara Bai Yun, semua akan beres, langsung ke hotel, dan tidur. Ternyata, penjemput kami tak disana. Dia salah mengerti jadwal yang kami berikan. Dan di sini, kalau aku sendiri, wah, entah apa jadinya.
Masalah utama yang aku punya adalah, aku tak bisa bahasa Mandarin. Dan ternyata, di Cina, itu fatal. Tak banyak orang berbicara bahasa Inggris di sini. Untung saja, Chee Min bisa bahasa Mandarin. Lancar. Dan itu menyelamatkan hidupku, paling tidak saat itu.Dan kami sampai di hotel dengan selamat, walaupun dengan ongkos yang, ya, sebenarnya agak mahal, tapi sepertinya lebih baik daripada luntang-lantung di sana.
Hal yang aku pikirkan dan masih ku kagumi adalah, kebetulan yang benar-benar kebetulan, bisa sepesawat dengan Chee Min, seperti semuanya sudah disiapkan oleh yang mengatur kehidupan.
Mungkin kali ini sekian yang bisa aku bagikan. Masih sangat amat banyak lagi sebenarnya cerita yang ku alami disini. Yang sudah, dan akan ku alami, selama 2 bulan di negeri orang ini.
Satu yang nampaknya akan senantiasa kulekatkan di pikiranku, semua sudah ada jalannya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline