Lihat ke Halaman Asli

Maaf, Presiden Lagi Ngambek

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pagi-pagi sekali, istana sudah kinclong, seperti biasa, para staff istana sebelum adzan subuh berkumandang, sudah sibuk bersih-bersih sana-sini.

Di sebuah ruangan, yang selalu digunakan untuk menggelar jumpa pers, wartawan sudah berkerumun didepan mimbar, ada yang sibuk membersihkan lensa kamera, ada yang tukar-tukaran informasi, bahkan di pojok, ada yang asyik ngupil sambil bersender, mungkin dia berpikir ‘Kapan lagi ninggalin jejak di Istana’, dan si upil yang ditempelkan di tembok dengan sengaja oleh yang punya, pasti terharu bangga ‘akhirnya, aku bisa jadi upil istana’.

Di sekitar mimbar, para staff kepresidenan sibuk, ada yang menghitung tingkat kelurusan mimbar, otak-atik pencahayaan, hingga mengecek tingkat kekompakan tim sorak, yang sedari pagi, sudah didatangkan sebanyak dua metro mini. Seorang yang tampaknya koordinator rombongan sorak, tampak memberikan arahan, ‘Oke anak-anak, coba liat paragraph ke dua, nah kalo nanti presiden selesai ngomong soal itu, jangan sampai lupa teprukannya yah’ ujarnya, ‘jangan lupa juga, nanti setelah acara selesai, ketika presiden bergerak pergi, semua harus berdiri, dan teprukannya harus keras dan panjang yah’.

Sementara itu, di ruangan yang berbeda, tepatnya di depan ruang kerja presiden, asisten presiden tampak gelisah, mondar-mandir sambil sebentar-bentar menelepon seseorang, ‘Gimana sih, ko belum juga nyampe, presiden nungg…’ belum lagi dia menyelesaikan omongan, tampaknya yang diseberang telepon memotong, setelah itu dia ngomong lagi ‘oh…ok, kalo gitu, cepet bawa sini

Yang di tunggu pun tiba, bersama beberapa pengawal istana, dia berlari-lari kecil menghampiri sang asisten presiden. ‘Eh Misce….ko lama banget sih lu?’ teriak si asisten menyambut kedatangan tamunya. ‘Eh nek…. Si ijo-ijo ini nih yang bikin eke terlambat’ jawab si tamu. sambil ngos-ngosan, sang tamu meneruskan pembelaannya ‘lagian, si lekong-lekong ini nih ne, sempet-sempetnya dia  minta facial dulu, iiih….sebel deh, kena marah kan eke’ ujarnya gemas, sambil mencubit salah satu pengawal. ‘Yah udah, cepet masuk’ kata si asisten, sambil membuka pintu ruang kerja presiden.

Didalam ruang kerjanya, presiden duduk di kursi kerja, menghadap tembok, membelakangi meja kerja. Si asisten yang masuk dengan si tamu, dengan hati-hati bicara ‘Pak, ini Misce-nya udah dateng,….. pak coba yah, mungkin berhasil" presiden tak merespon, diam.

‘Pak, wartawan udah nunggu dari tadi, udah banyak, pak Misce kan jago, dulu aja sukseskan pak, coba yah’ si asisten mencoba lagi, ‘Ada wartawan asing juga ndak?’ tiba-tiba terdengar juga suara presiden, menjawab dengan suara yang murung. ‘Ada pak, beberapa’ jawab si asisten, sedikit seneng karena presiden merespon. ‘Tuh kan, nanti publik internasional liat, apa kata dunia’ jawab presiden, sambil memutar kursinya.

Misce yang dari tadi diam, tiba-tiba melotot , ‘Ya oloh….. gedong-gedong bo’ teriak Misce didalam hati. Didepan Misce dan si asisten, sekarang sudah tampak presiden, murung, sambil terus meremas-remas kertas teks pidatonya.

‘Coba aja yah pak, Misce bisa ngatasin ko, coba yah’ bujuk si asisten lagi, melihat presiden diam tanpa respon si asisten menyenggol Misce dan berujar setengah berbisik ‘Nek… udah cepet sana’. Misce paham, sambil mengedipkan si asisten, Misce pun mendekati presiden. Misce menaruh dan membuka tasnya di meja presiden, dan memulai keahliannya di wajah presiden.

Di ruangan jumpa pers, wartawan yang tadi sibuk ngupil, masih bersandar di tembok sambil tetap ngupil, entah sudah berapa banyak upil yang menghiasi tembok dibekangnya. Tampaknya dia sedang bingung, atau sedang menyusun pertanyaan untuk presiden nanti.

Melihat para staff istana yang kompak mulai merapikan baju dan posisi mereka masing, si wartawan itu menegakan badannya, dan bergerak menuju kursi yang disediakan, dia pun duduk, di barisan belakang yang masih kosong.

Dari ujung lorong, presiden yang diiringi beberapa ajudan dan staffnya muncul, berjalan dengan tegap menuju mimbar, senyum khasnya pun terus mengembang sepanjang jalan, menyapa ramah siapapun yang melihat. Sesampainya di mimbar, dengan dimulai salam, presiden pun membacakan pidatonya, gagah, serius, dengan sesekali menggerakan tangan, penegas poin-poin pidatonya, dan sesuai dengan arahan, tim sorak dengan tepat memberikan tepukan tangan yang meriah, dimomen-momen yang ditentukan.

Di kursi wartawan, semua wartawan sibuk, mencatat poin-poin pidato presiden di notebook mereka masing-masing, namun di barisan belakang, si wartawan tadi, tampak tidak mencatatkan apapun di notebook-nya, ngupil pun tidak, hanya matanya yang tampak bergerak kekanan-kekiri, atas bawah, seakan ingin menyapu, sekecil apapun pandangan yang ada didepan. Tiba-tiba ekspresi wartawan itu berubah, dia memicingkan matanya kearah presiden, tampaknya dia menemukan sesuatu.

Setelah presiden selesai menyampaikan isi pidatonya, staff presiden pun mempersilahkan wartawan bertanya, staff presiden mengambil acak wartawan yang mengacungkan tangan, dari kursi depan hingga belakang, termasuk si wartawan tadi yang wajahnya jadi ceria, mendapatkan kesempatan bertanya.

Satu-satu wartawan yang terpilih bertanya, dan presiden-pun menjawab dengan lugas, hingga sampai giliran si wartawan tadi. Wartawan itu berdiri, dan memulai pertanyaannya “Terima kasih pak presiden atas kesempatan yang diberikan, saya dari program infotainment ingin menanyakan, apakah jerawat dimuka bapak menandakan kerinduan bapak kepada ibu negara atau..…” belum lagi wartawan itu selesai bertanya, presiden tiba-tiba memalingkan mukanya ke asisten presiden ‘Tuh kan…. Ketauan, sebeeeel…..!” sungut presiden sambil lari dan menutup muka, tim sorak yang sudah menunggu saat-saat presiden meninggalkan mimbar seperti yang di arahkan sebelumnya, segera saja berdiri dan bertepuk dengan sangat meriah dan kompak.

Seluruh wartawan bengong, dan para staff pun panik, didalam kepanikan itu, asisten presiden naik ke mimbar, dan bicara kepada wartawan ‘Maaf….. konferensi pers kita hentikan, karena presiden sedang ngambek’ ucap si asisten, sambil bergegas meninggalkan ruangan, lari mengejar presiden.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline