Lihat ke Halaman Asli

Faqih Ashri

The Revolutionist

BERITA, Kadang Menggali Wawasan Namun Tak Jarang Jadi Ide Untuk Kejahatan

Diperbarui: 7 Juli 2015   04:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Media informasi tidak bisa dipungkiri semakin menjadi garda terdepan dalam menambah wawasan kita di era globalisasi saat ini, baik itu media dalam bentuk cetak maupun elektronik. Pemberitaan di televisi yang menjadi tontonan paling nyata yang dihadirkan di depan mata mampu menyajikan beragam dinamika yang terjadi di seluruh pelosok nusantara. Tapi kenyataan itu makin terasa nyesek bagi saya pribadi -entah Anda sekalian juga merasa yang sama- bahwa semakin banyak muatan berita kriminal yang kronologisnya bahkan diluar logika dan imajinasi kita sekalipun! Seakan dunia ini menjadi ajang lomba kreatif dalam berbuat kejahatan.

Kita bisa saja menyaksikan pemberitaan yang beragam dalam satu waktu, yang bisa membuat kita geleng-geleng kepala keheranan : ada kasus orang tua (ayah) memperkosa anak kandungnya yang masih di bawah umur, ada kasus seorang anak yang gantung diri karena tidak diizinkan bertemu dengan ayah kandungnya, ada pula yang sebuah keluarga yang memilih mati bersama dengan meminum racun serangga karena alasan ekonomi, ada kasus kelompok pria normal yang berebut memperkosa wanita tunawisma, ada kasus seorang anak yang menuntut ibunya yang sudah lanjut usia di pengadilan karena permasalahan lahan, ada pula yang menuntut orang tua lanjut usia lantaran beliau hanya mengambil sayur di lahan si penuntut. Ada lagi kasus begal motor yang merajalela, pencurian sepeda motor secara masif, pembobolan bank versi internet dan sms banking, serta tak lupa pula kasus jual-beli jasa prostitusi online yang mulai meresahkan. Tentu masih banyak lagi kasus lain, yang jari saya akan pegal jika harus mengetikkan semuanya disini!

Kenapa saya merasa tidak nyaman dengan berita-berita tersebut? Memang benar bahwa maksud dari adanya berita adalah untuk berbagi informasi dan kejadian terkini di tanah Indonesia tercinta. Stasiun televisi pemerintah maupun swasta berlomba untuk menampilkan kabar paling up to date. Namun kenapa saya malah merasa di sisi lain pemberitaan yang beragam ini malah akan menjadi bola salju yang menggelinding makin besar. Maksud saya adalah berbagai pemberitaan negatif ini mau tidak mau juga akan menjadi inisiatif atau ide bagi masyarakat lain yang mendengarkan berita. Misalnya, seorang pemuda yang lagi stres karena tekanan majikannya kebetulan menonton berita hari minggu. Berita itu mengenai seorang pemuda yang rela gantung diri karena dilarang bertemu dengan ayahnya. Nah, bisa saja si pemuda yang sedang menonton berita itu pun ikut merencanakan bunuh diri.

Contoh lain : televisi selalu menyajikan berita perkembangan trend fashion terbaru dari luar negeri. Para gadis tanah air yang gila mode pasti akan selalu ingin mengikuti trend pakaian tersebut, baik itu anak SMP, SMA, maupun yang kuliah. Namun, karena uang jajan yang diberikan oleh orang tua mereka makin tidak mencukupi kebutuhan (sebenarnya ini keinginan bukan kebutuhan) mereka, maka berita televisi tentang jaringan prostitusi online bisa jadi akan menjadi ide brilian bagi anak-anak gadis itu untuk “berkiprah” mendapatkan uang melalui usaha sampingan tersebut. Bagaimanakah para gadis itu tidak tergiur dengan usaha yang sedang booming ini? Mereka bisa dihargai oleh mucikari dengan 1 juta sekali kencan. Sistem bagi hasilnya tentu saja, si mucikari hanya akan mengambil 25 persen dari hasil sekali kencan, sisanya untuk si “model”. Lantas kebutuhan mana yang tidak akan terpenuhi kalau pengahasilan sudah super instan seperti itu? Para pegawai yang rata-rata harus banting tulang selama sebulan untuk mendapatkan uang tiga juta rupiah, namun para penjaja kenikmatan dunia itu hanya butuh waktu setidaknya satu hari untuk medapatkan uang setara gaji pegawai. Gila!!

Berbicara lebih jauh mengenai bisnis prostitusi ini, teman saya waktu kuliah dulu pernah bercerita saat kami sedang duduk ngopi di sebuah kampus tetangga. Waktu itu dia menunjuk salah seorang wanita berjilbab. Lalu dia berkata “aku kenal sama cewek itu, bro! Kamu lihat dia disini pake jilbab, tapi kalau kamu tahu bagaimana liarnya dia di luar, kamu pasti merasa jijik. Dia itu sudah punya pacar. Pacarnya ngampus disini juga. Dia memakai jilbab hanya untuk menutupi keburukannya. Pacarnya gak tahu. Dia itu gadis bayaran yang cukup terkenal di kalangan pria kelas atas.” Nau’udzubillah. 

Yah, mungkin para wanita yang pacaran sering care, sering begitu perhatian dengan cowoknya. Mereka sering marah kalau tahu pacarnya merokok, mereka sering ngambeksaat mendapati pacarnya minum minuman keras, mereka sering cemburu saat waktunya dibagi dengan bermain judi. Semua alasan si wanita pun jelas, bahwa rokok, minuman keras, dan judi amat berbahaya bagi kesehatan, sangat dilarang agama, sangat besar dampaknya bagi kehidupan nanti saat berkeluarga. Memang semua perhatian itu tidaklah salah. Tapi plisss buat teman-teman yang wanita (saya juga punya saudara wanita), tolong kalian juga jaga diri. Jangan mudah menggadaikan kehormatan demi uang, demi -yang katanya- kebutuhan. Jika butuh uang, segera komunikasikan dengan orang tua dan keluarga. Banyak jalan untuk pemecahanan masalah, banyak solusi untuk masalah dunia ini. Ingat, bahwa Tuhan menguji kita dengan kelaparan, ketakutan, kekurangan agar bisa diukur tingkat keimanan dan keteguhan hati kita. Kesehatan bisa saja kita perbaiki, tapi kehormatan dan nama baik akan dibawa sampai mati dan melekat pada beberapa generasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline