Lihat ke Halaman Asli

Faqih Ashri

The Revolutionist

Peraturan, Takut Ketika Dilihat...

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suasana jalanan di kota kami yang masih tergolong kota kecil yang sedang berkembang, memang belum bisa dikatakan ramai. Intensitas laju kendaraan tidak serumit di kota-kota besar. Jadi, jika harus keluar jalan-jalan sore atau sekedar untuk menghirup udara pagi dengan sang kekasih, suasana kota kami sangat mendukung. Tapi dalam ketidakrumitannya itu, tahukah anda bahwa kota kami pernah masuk dalam nominasi daerah yang rasio luas daerah dan jumlah kendaraan bermotornya sangat timpang. Satu sisi kota kami tidak luas, di sisi lain laju pembelian kendaraan bermotor sangat tidak terbendung. Jangan bayangkan bahwa kota kami adalah kota yang miskin. Tidak sama sekali. Disini setiap sepeda motor dan mobil keluaran baru selalu diburu, tidak pernah tertinggal. Disini seakan tidak ada masalah dengan ekonomi. Masyarakat yang mengaku miskin pun bisa sampai menyicil motor keluaran terbaru, tiga unit sekaligus. Disini masyarakat pemilik lahan pertanian bisa membeli mobil dan naik haji dalam sekali masa panen. Jika hasil panen sedang surut, mereka berani untuk meminjam di bank dalam jumlah ratusan juta. Akhirnya bisa ditebak dampak yang terjadi selanjutnya. Sifat konsumtif merajalela, kadang kultur budaya lokal dan kesiapan menerima gaya hedonis sudah menjadi kenyataan yang kontras. Konsumtif, salah satunya dalam membeli kendaraan bermotor. Kini rasanya balita saja sudah dibelikan oleh orang tuanya sepeda motor untuk dipakai ke PAUD, saking parahnya.

Traffic light yang pada umumnya digunakan untuk melakukan pengaturan terhadap laju kendaraan di beberapa persimpangan, menjadi sangat tidak efektif karena pos-pos polisi sudah tidak dijaga sebagaimana mestinya. Para pengendara motor bebas berkeliaran tanpa menggunakan helm, para pengguna mobil dibawah umur (tidak memakai sabuk pengamanan pun) tidak pernah mendapat teguran. Lalu lintas berseliweran tak karuan seperti tidak pernah ada aturan. Momentum negatif ini mulai terjadi sejak banyaknya kerusuhan yang mempertemukan para oknum polisi dengan masyarakat. Karakter masyarakat disini memang keras, ketika ada kerusuhan mereka pernah membumihanguskan kantor pemerintah daerah, tidak pernah takut dengan polisi (yang tidak membawa senjata tentunya). Sekarang tambah parah lagi, walaupun oknum polisi punya pistol, masyarakat pun sudah banyak yang punya pistol sendiri. Entah diselundupkan dari mana. Jadi, ketika terjadi konflik, bukan tembakan senapan polisi saja yang berdesing, namun pistol laras pendek dari beberapa ‘masyarakat elit’ juga bisa meluncur. Kondisi semakin parah, ketika beberapa masyarakat kota ini tahun lalu ditangkap oleh pasukan Densus88 anti-teror, karena dianggap sebagai anggota jaringan terorisme yang sedang bersembunyi. Tidak tanggung-tanggung, mereka yang terduga itu ditembak di tempat tanpa penangkapan dahulu.

Fenomena itu yang sedikit banyak menimbulkan efek domino bagi setiap lini kehidupan di kota kami. Saya melihat polisi sudah tidak ketat lagi, peraturan sudah banyak yang melanggar, apatisme makin tinggi, dan masih banyak lagi. Pernah sore kemarin saya mengantar ibu ke pasar. Di depan saya ada persimpangan (simpang empat), lampu menyala merah, saya pun menghentikan laju motor saya tepat sebelum garis pembatas. Awalnya hanya saya saja, kemudian lima detik berlalu ada tiga unit sepeda motor dan satu unit mobil yang datang. Namun mereka tidak ikut berhenti, langsung menerobos hingga menimbulkan gangguan bagi pengendara dari simpang yang lain. Saya menatap sinis mereka, mulut saya menggumam “kenapa nggak ada yang kena tabrak aja mereka yang seperti itu? hmm..” Ibu saya menanggapi dengan senyuman renyahnya. Nah, sehari setelahnya saya kembali melewati jalan yang sama, di traffic light yang sama pula saya berhenti. Tapi sekarang bedanya di persimpangan yang lurus dengan saya ada sebuah mobil polisi yang juga sedang berhenti di lampu merah. Kali ini dapat dilihat betapa ramainya sepeda motor dan mobil yang berhenti di belakang saya. Hanya senyum sinis kembali saya sunggingkan “Huh, sandiwara kalian hanya manis di depan polisi!

Sehari setelahnya, saya ditugaskan untuk mengantar ibu lagi ke kantor, mau arisan dharmawanita katanya. Saya melewati jalan protokol kota, disana ada kantor polisi. Ketika kami berangkat, suasana kantor polisi masih sepi dan lengang. Tapi saat saya balik lagi, tiba-tiba polisi telah menahan semua motor yang lewat, ada operasi dadakan. Deg! Waduh, saya tidak membawa STNK motor. “Selamat siang, Pak! Boleh kami memeriksa kelengkapan surat motornya?” Tak menunggu lama, saya langsung katakan: “Saya cuma bawa SIM pak, STNK motor ada di kantong ayah saya di rumah?” Oknum itu menoleh ke plat merah motor saya, dia mungkin merasa aneh juga kalau diusia saya sekarang sudah mendapat motor dinas. Dia akhirnya bertanya “emank ayahmu kerja dimana?”. Setelah saya menjawab, dia pun berkata : “oh, kalau begitu kamu cuma akan dikasih surat peringatan, nggak akan kena sanksi” Asyik juga nih kalau setiap hari pinjam motor ayah untuk kemana-mana, pasti hanya  diperingatkan saja. Hahaha.

Akhir kata saya hanya ingin mengatakan bahwa peraturan sudah tidak memiliki taring lagi ketika sudah banyak yang melanggar. Peraturan tidak punya ‘greget’ lagi saat semua orang hanya takut ketika ada oknum penegak hukum di depannya. Dengan kata lain, takut hanya ketika dilihat. Ini semakin memperkuat fakta bahwa hanya hukum dan aturan-aturan Tuhan-lah yang sangat berkharisma. Tanpa kehadiranNya pun, manusia sudah sangat takut (kecuali memang para pendosa diantara kita). Tidak ada manusia yang pernah melihat langsung, kecuali para utusanNya yang diberi keistimewaan, namun Dia tetap bisa dirasakan, sangat amat dekat di hati kita.

Pagi Menyapa untuk Kita Semua..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline