Lihat ke Halaman Asli

Adrianus Bareng

Mengabdi Pada Nilai

Memeluk Kenangan

Diperbarui: 25 April 2024   16:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh Adrianus Bareng

"Ambilkan foto ayah,Nak,lalu letakan di samping meja rias ibu ya".Saya meminta Ratna mengambil foto almarhum yang tergantung pada dinding makam samping rumah.

Hari ini genap lima tahun dia pergi.Walau sudah lima tahun dia pergi kupeluknya dalam doa walau air mata masih mengalir.Air mata tetangga dan kerabat masih lembab.Gundukan tanah makam masih basah.Aroma jasad yang setia,saleh,dan berwibawa serta penuh ikhlas yang menemaniku saat suka dan duka datang melilit perjuangan kami harus terlepas dari pelukanku.

Betapa luluh lantah hati ini.Melihatnya berbaring kaku dalam pelukan duka laraku dan air mata yang membanjiri seluruh isi rumah.

Rancangan Tuhan lebih indah dari rencana manusia.Kematian kita tidak ada rumus yang pasti.Begitulah dia yang kukasihi bersama anak-anak meninggal secara tragis dalam kecelakaan.Mobil yang ditumpangi ayah menabrak tembok pembatas jalan menuju kantor untuk menyelematkan seorang bocah berumur 4 tahun.

Setelah ayah dimakamkan.Semua pelayat serta undangan pergi satu persatu.Hanya tetangga dekat yang masih setia.Lewat satu minggu tinggal kami sendiri.Bersama dua buah hati hanya di rumah.Sunyi dan sepi.Sesekali buah hati kedua yang berumur 2 tahun bertanya kapan ayah pulang.Pertanyaan yang membuat sedih makin menggali duka semakin dalam.

Syukurlah pada Tuhan.Ayah pergi tidak meninggalkan beban hutang.Tak satu pun yang datang menagih utang.Sebaliknya melalui ayah kami kebanjiran uluran tangan sesama rekan kerja,organisasi,lembaga keuangan memberikan uang simpanan untuk masa depan kedua anak.

Dia lelaki yang tidak pernah putus asah.Senantiasa memenuhi undangan untuk memberikan jiwa dan raga kepada siapapun

Teringat sumpah sehidup semati di hadapan Tuhan dan sesama.Duka yang merobek hatinya seolah mencabik jantungku sendiri.Luka yang menganga di hatimu mengucurkan darah di hatiku juga.

Akhirnya,aku dikalahkan oleh rencana Tuhan.Tinggal memeluk kenangan dalam doa sepanjang waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline