Lihat ke Halaman Asli

Merkuri & Sianida, di Balik Segenggam Sayuran (Emas)

Diperbarui: 4 April 2017   16:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk menambang emas secara tradisional cukup sederhana mudah. Cukup cari pemodal, keberanian, peralatan genset, kayu, cangkul, mesin hammer dan terakhir adalah do'a. Penentuan titik penambangan ditunjuk berdasarkan adanya indikasi urat emas dari penambang yang berpengalaman, bahkan bisa berkonsultasi ke orang 'pintar'.

Setelah titik lubang sudah diketahui, mulailah lubang digali dan dicarilah urat-urat pembawa emas. Dan batuan berurat emas itulah yang dikumpulkan dan disimpan dalam karung-karung yang ditimbun dalam tempat khusus. Setelah tempat khusus itu mulai penuh, dimulailah proses penghancuran batuan menjadi butiran kecil dengan cara manual. Setelah batuan itu hancur, mulailah proses penghalusan dengan mill atau bisa disebut glundung. Dalam Proses glundung ini hasilnya akan diproses menjadi dua dimerkuri atau disianidasi.

Modal untuk proses merkuri sangat murah. Satu botol merkuri yang sudah diaktivasi harganya mencapai Rp 1,5 jutaan per kilo. Sedangkan jika membeli batuan Cinnabar yang mengandung merkuri akan menjadi lebih murah sekitar Rp 200 ribuan. Setelah dimerkuri, emas sudah terpisah dari batuan halus dan tinggal dipanaskan untuk menguapkan merkuri dan emas akan tertinggal. Sedangkan proses sianidasi lebih rumit dan mahal. Harus disiapkan tong, karbon, dan bahan bahan kimia lainnya untuk menangkap emas dalam proses ini. Emas akan tertinggal dalam karbon aktif dan ketika karbon tersebut dibakar sampai habis, akan menyisakan emas.

Persamaan dari kedua bahan tersebut adalah keduanya adalah kimia beracun yang berbahaya. Perbedaannya adalah proses merkuri sangat mudah dan murah saat ini, maka akan mudah dihambur-hamburkan penggunaannya. Misalnya di Gunung Botak pada tahun 2012 ada 20 ribu penambang, dalam sehari penambang menggunakan merkuri minimal 1 kilo. Dalam sehari ada 20 ton merkuri dibuang ke alam. Dalam 365 hari merkuri terbuang mencapai 7300 ton. Dalam tiga tahun sejak 2012 sudah berapa puluh ribu ton merkuri bertebaran di area tersebut?! Dan belum dihitung yang tidak terdeteksi. Sedangkan untuk sianidasi karena lebih sulit dan harus mendirikan tong-tong proses, maka akan lebih mudah jika kita menghitung dari populasi tong yang ada di area tersebut dan dihitung berapa tong sianida yang dipergunakan dan limbahnya dibuang ke sungai tiap harinya.

Beberapa daerah rawan penggunaan merkuri berlebihan dan sampai saat ini masih berlangsung masif adalah daerah Cikotok, Sukabumi, Pangalengan, Pongkor, Banyumas, Buru, dan beberapa daerah lainnya. 

Yang dirugikan dalam hal ini mungkin adalah anak-anak kita yang tidak tahu-menahu harga merkuri per kilo dan harga jual emas per gramnya. Dan mereka tidak menyadari mungkin di dalam tubuhnya sudah terakumulasi zat kimia tersebut. Sampai kapankah kita yang mengetahui bahaya tersebut akan diam dan mungkin hanya akan berdoa 'Semoga anak anak itu diberikan ketabahan'?

Akhir tahun ini adalah saatnya kita untuk bersama sama bergerak memberikan pengetahuan kita pada semua, betapa bahaya zat kimia tersebut karena sampai saat ini belum ada tindakan yang tegas tentang 'Berbahaya Merkuri dan Sianida'. Mari bergerak, jangan diam!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline