Ada beberapa hal yang penting, pokok amatan saya, ada dua pokok pucuk pimpinan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu Presiden berasal dari perwakilan Tentara atau Polisi (lebih banyak dari Tentara) dan Presidenan berasal dari perwakilan masyarakat sipil (ya seputaran akademisi dan praktisi). Kedua pucuk itu, tentu berbeda masanya. ketika reformasi masuk, wakil masyarakat sipil dominan mewarnai dan sebaliknya ketika masyarakat berada pada masa ketegangan atau sedang mengalami ketegangan, dirongrong oleh sekelompok orang yang melakukan teror dan sejenisnya maka pucuk kepemimpinan Presiden RI berasal dari kalangan Tentara serta Wakil Presiden diisi oleh wakil masyarakat sipil.
Dari rentetan sejarah pucuk kepemimpinan negara, Reformasi begitu kuat pengaruhnya dalam mengubah tatanan politik disebabkan oleh pandangan atau cara pandang masyarakat sendiri terhadap kondisi yang dihadapinya. Tidak menutup kemungkinan, ini menjadi perhatian khusus wakil dari kelompok tertentu untuk melihatnya sebagai potensi dan masyarakat juga akan memilih wakil tersebut karena pandangan atau alasan tertentu yang melatarbelakangi.
Dulu saya masih ingat, kalau kemenangan SBY itu berasal dari pandangan masyarakat terkait Jusuf Kalla (JK) yang mampu menyelesaikan masalah juga berasal dari apa yang masyarakat hadapi misalnya sejumlah aksi terorisme. Dua penilaian ini pun masih dominan dalam kemenangan SBY-Boediono, meski sudah tidak berpasangan dengan JK tapi JK bisa mengimbangi kedudukan Mega-Pro atau secara khusus bisa mengimbangi populeritas Megawati Soekarnoputeri yang tentu tidak diragukan reputasinya karna nama Ayahnya, Presiden Soekarno, Presiden NKRI pertama!
Masyarakat Indonesia dan media pun "digoyang" oleh kehadiran Prabowo Subianto, banyak media dan obrolan publik melabelkan Prabowo sebagai "Tokoh Kontroversial". Demikian juga dengan pasangan Jokowi-Ahok, khususnya Jokowi yang dipandang sebagai "Pendatang Baru" dengan gaya atau pola pendekatan sosialnya yang mampu mendekati masyarakat kelas bawah, fleksibel dan sebagainya yang mungkin saja diilhami dari sosok Jusuf Kalla. Tidak sedikit juga Tokoh-tokoh yang akan maju pada pentas Pilpres 2014 mendekati Jokowi, demikian juga berbagai pendekatan yang arahnya itu akan menarik Jokowi masuk ke bursa Capres dalam putaran Pilpres 2014.
Partai Demokrat dan Kepemimpinan SBY-Boediono yang dinilai banyak menghadapi masalah serta gagal memimpin sebab banyak bermunculan kasus korupsi, ini akhirnya memojokkan Partai Demokrat, sehingga masyarakat tentu akan memiliki sikap dan penilaian untuk memahami konteks dari fenomena dan kasus tersebut yang dikaitkan dengan Kepemimpiunan SBY juga dominasi Partai Demokrat.
Nah sekarang ini yang perlu adalah cara cerdas dalam memilih, siapa yang layak membawa masyarakat dan negara ini menjadi lebih baik! Benarkah masyarakat lebih memilih kepemimpinan yang tegas seperti era Soeharto atau lebih memilih kepemimpinan yang inovatif? Jika benar masyarakat sudah matang dan siap, tentu bersiap diri untuk menghadapi berbagai implikasi dari pilihan masing-masing!
Tidak ada pilihan yang bebas dari implikasi, hanya saja diperlukan sikap bijak untuk memperkecil implikasi negatif dari sesuatu yang ditimbulkan oleh pilihan sendiri!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H