Akhir-akhir ini, setelah membaca beberapa artikel juga survey seputaran PILPRES 2014, saya kemudian berpikir bahwa posisi politis Indonesia Timur, kurang memungkinkan untuk bisa diberikan kepercayaan masyarakat umum Indonesia baik dalam negeri sendiri atau masyarakat Indonesia di luar negeri. Jika ada 1 atau 2 tokoh dari Indonesia Timur yang akan naik sebagai CAPRES RI 2014 selain dari Jusuf Kalla (JK)., itu sangat sukar karena prestasi dan populeritas JK sangat besar. Komunikasi politik JK terlalu luar biasa hebatnya, apalagi perannya pada perdamaian dan penyelesaian masalah terbilang sangat praktis. Selain itu JK diterima oleh masyarakat di bagian Barat Indonesia. Lemahnya posisi Indonesia karena aspek demografi politik. Di Indonesia terkesan seperti membangun dinasti sosial politik yang basisnya sosial budaya dalam peta demografi politik tentunya. Nasib Indonesia Timur tidak jauh berbeda dari nasib atau keberadaan Kelompok Agama Minoritas, sama sekali tidak memiliki hak bahkan kepercayaan untuk memimpin negara ini. Kemudian anehnya, kita sendiri menyebut dengan bangga sebagai Bangsa Yang Demokrasi? Segala pandangan pun dibenarkan, terkesan kebenaran tetapi sesungguhnya itu hanyalah pembenaran. Bahkan tidak menutup kemungkinan pandangan saya bagian dari pembenaran, tetapi sebenarnya saya hanya ingin bertanya sekaligus menuntut "mana buktinya kalau negara ini adalah negara demokrasi? dan negara kesatuan?" dan pertanyaan yang ditujukkan kepada rakyat Indonesia sendiri "bisakah menunjukkan solusi cara seperti apa yang akan dilakukan untuk menyelamatkan serta menjaga keutuhan sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia?" Perenungan saya tidak sia-sia dan saya berharap rakyat sendiri bisa memahami polemik, berbagai masalah yang timbul seputaran Kepemimpinan, dan kemudian memutuskan ia akan beralih kemana. Meski kuatir, tapi saya sedikit dibangkitkan bahwa Jakarta sudah mengalami kebangkitan demokrasi walaupun porsinya kecil. Dimana? Kemenangan Jokowi-Ahok, Jokowi dari Solo dan beragama Islam sedangkan Ahok dari Lampung dan beragama Kristen, juga beberapa daerah di NKRI sudah menunjukkan perubahan yang positif itu. Hanya ini saja harapan saya, ini bukti empirisnya tentang kebangkitan demokratis di daerah-daerah NKRI. Tawaran saya ialah porsi Kepemimpinan itu haruslah seimbang, daerah-daerah harus terwakili. Jika ingin menghindari semakin memanasnya atau sulitnya menyelesaikan masalah/ fenomena disintegrasi bangsa, tawaran Indonesia Timur-Indonesia Barat itu sangat strategis. Apalagi mengingat perjalanan bangsa yang dikatakan demokratis ini, tidak ada satu pun dari Timur Indonesia yang murni memimpin negara dalam kapasitasnya sebagai Kepala Negara (Presiden). BJ. Habibie, dianggap beruntung karena kondisinya berbeda sehingga ia bisa menjabat sebagai Kepala Negara saat itu. Perkembangannya, tidak ada lagi. Justeru yang terjadi JK kurang diperlakukan sebagaimana mestinya, bukankah JK telah berjasa banyak dan menunjukkan karya nyatanya dilapangan? Dan JK terkesan "dicuekin" dan harus menunggu suatu jawaban pada proses sebelumnya. Bukankah rekannya bisa memperoleh itu karena penilaian masyarakat Indonesia terhadap cara JK memandang serta menyelesaikan masalah di Indonesia? Bukankah ini ialah suatu jawaban bahwa masyarakat menyetujui adanya formasi keterwakilan wilayah baik Indonesia Barat maupun Indonesia Timur? Saya bisa pastikan masalah Kalimantan, Bali, Papua atau masalah TKI yang tak kunjung selesai dan harus menanggung siksaan, masalah daerah perbatasan dan masalah Komunitas Adat Terpencil bisa selesai kalau seandainya ada figur tokoh yang memang itu relevan dimana figur yang memang terbukti secara konkret itu ya, Jusuf Kalla. Sumber kemenangan JK, bisa saya petakan bukan hanya terfokus pada Indonesia Timur tapi Indonesia secara umum, dan kantong-kantong suara bisa dengan mudah dipastikan dengan baik dan benar; indikasi dan hasil analisanya sudah ada. Persoalannya hanya terletak kepada bagaimana JK menentukan parternya (CAWAPRES) agar memperoleh suara lebih besar. Sungguh disayangkan apabila Indonesia bersiap diri untuk membuang peluang memperoleh Putera Terbaik Bangsa, Jusuf Kalla, seorang tokoh yang populeritasnya hampir menyamai Gus Dur dan seorang tokoh yang bisa menyelesaikan masalah serumit apa pun dengan praktis dan tanpa berbelit-belit. Jika Indonesia benar-benar sudah siap membuang peluang itu, saya juga tidak berhak untuk mengatakan "JANGAN!", silahkan saja lakukan: itu demokratis kok. Tapi pasti kita akan sangat menyesal, banyak masalah krusial tak kunjung pernah diselesaikan dan hidup sebagai masyarakat tentu semakin ribet jadinya! Selamat menentukan pilihan demokratis dan bersiaplah untuk menyesal serta menjadi ribet!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H