Lihat ke Halaman Asli

Perampasan Kedaulatan Rakyat

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dengan dalih biaya yang terlalu mahal,banyaknya Kepala daerah hasil proses Pilkada langsung yang terlibat dalam korupsi serta mengurangi potensi konflik horizontal, para elite partai  yang tergabung dalam koalisi Merah Putih mengusulkan agar pemilihan kepala dareah dikembalikan kepada DPRD. Hal ini sontak menimbulkan aksi penolakan dari berbagai elemen masyarakat.Sepintas usulan dari para politikus yang tergabung dalam Koalisi Raksasa Garuda Merah ini sangat mulia, tapi benarkah demikian?

RUU Pemilukada sudah berproses selama 2 tahun,awalnya Pemerintah melalui Mentri dalam negri mengusulkan wacana ini,tetapi dalam prosesnya usulan ini ditolak mentah-mentah oleh semua fraksi di DPR,kecuali Demokrat. Tetapi belakangan Partai-Partai yang dulunya menolak seperti GOLKAR,PPP,PAN dan PKS, kini getol benar mendukung usulan tersebut, bahkan Amien Rais selaku  Ketua Dewan Pertimbangan PAN merasa menyesal telah menyetujui Pemilukada langsung ketika beliau menjabat Ketua MPR RI. Bahkan LSI sudah merilis hasil survey yang mengatakan 81,25% Masyarakat masih menginginkan Pilkada dilakukan secara langsung.Tapi hasil survey ini ditolak mentah-mentah oleh elite Partai Koalisi merah putih, bahkan mereka menuduh hasil survey LSI tidak objektif, sepertinya mereka tidak kapok juga dengan Hasil Survey dari Lembaga yang kredibel ini, kita masih ingat bagaimana para pendukung Prabowo ini menolak hasil berbagai Lembaga Survey yang kredibel yang memenangkan JOKOWI-JK pada pertarungan pilpres yang lalu, dan LSI yang mempunyai hasil survey paling mendekati real count KPU.

Jika melihat tiga dalih dari Kelompok Koalisi pendukung Prabowo ini, tak satupun yang masuk di akal. Dalih Pemilukada berbiaya mahal.Pemilukada bisa dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia, bila perlu pelaksanaanya digabung dengan Pileg dan Pilpres,pasti biayanya lebih murah, dan masih banyak cara yang bisa ditempuh untuk mengefisienkan biaya pelaksanaan Pemilukada seperti pembatasan waktu kampanye terbuka dan pelaksanaan pemilukada dengan system elektronik dengan basis E-KTP.

Dalih banyaknya Kepala daerah hasil Pilkada langsung yang terlibat Korupsi. Sampai saat ini tidak ada data pembanding yang tepat untuk melihat Jumlah Kepala daerah yang terlibat Korupsi antara hasil Pilkada langsung dan Tidak langsung.Hampir semua Kepala Daerah yang terlibat Korupsi yang menangkap adalah KPK,sementara KPK berdiri tahun 2002 dimana PILKADA langsung dimulai tahun 2004, jika  Pemilukada dilakukan oleh DPRD, KPK sudah ada, bukan tidak mungkin jumlah Kepala daerah yang ditangkap KPK melebihi sekarang ini.Jadi Dalih Banyaknya Kepala daerah yang terlibat kasus KORUPSI produk PILKADA langsung  tidak tepat, dan Partai Politik sebagai Pengusung dan Pendukung Kandidat Kepala daerah juga harus bertanggung jawab atas kasus ini,mereka gagal merekrut kader yang terbaik,bersih dan berkompeten untuk dimajukan dalam Pemilukada.

Untuk Menghindari konflik horizontal dimasyarakat juga tak masuk diakal,dari ratusan pemilukada yang dilakukan hanya beberapa daerah yang pernah  terjadi konflik horizontal.Hal ini juga tak lepas dari prilaku elite partai pendukung dan pengusung sang Kandidat Kepala Daerah yang tidak dewasa dalam menyingkapi hasil Pemilukada,dan prilaku penyelenggara Pemilu yang tidak profesiononal serta prilaku masyarakat didaerah tersebut memang rawan terjadi konflik seperti di daerah Maluku dan Poso.Jadi tidak adil bagi masyarakat menyalahkan Proses Pilkada langsung terhadap konfik Horisontal yang hanya terjadi di sebagian kecil daerah saja.

Perjuangan untuk mengembalikan Kedaulatan pada rakyat melalui PILKADA langsung sudah melalui proses yang sangat panjang dan makan korban jiwa yaitu para aktivis Demokrasi 1998 yang sampai saat ini belum jelas bagaimana nasibnya.Saat ini dengan dalih yang tak masuk akal para elite partai yang duduk disinggasana Partai buah perjuangan Demokrasi berupaya untuk mengembalikan Indonesia mundur 10 tahun dalam hal berdemokrasi.Dan yang paling menyakitkan, Penggagas ide ini adalah elite partai politik pendukung dan pengusung Letnan Jendral (purn) Prabowo Subianto pada Pilpres 2014, yang mana ada indikasi  keterlibatannya dalam kasus HAM 1998.

Entah apa dasar konstitusi yang dipakai para elite politik pendukung PILKADA tak langsung ini, Kepala Desa dan Presiden  yang merupakan  Level Pemerintah yang terendah dan tertinggi saja dipilih secara langsung.Jangan-jangan mereka juga berniat untuk merampas Hak kedaulatan rakyat untuk mengembalikan Pemilihan Presiden oleh MPR. Tak salah jika public mempunyai dugaan, usulan PILKADA tak langsung  motivasinya hanya KEKUASAAN. Bercermin pada kontestasi pilpres 2014,Prabowo dan pendukungnya berhasil meraih simpati para elite Partai politik tapi gagal meraih simpati rakyat,sehingga beliau gagal duduk di kursi Istana Negara yang empuk. Kalau dugaan itu benar alangkah malangnya nasib Rakyat punya pemimpin seperti ini.Berkoar-koar berjuang demi Rakyat,demi bangsa dan Negara,rupanya hanya demi KEKUASAAN yang berimplikasi pada Harta,Wanita dan Kuda tentunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline