Lihat ke Halaman Asli

Adrian Aulia Rahman

Peminat Politik, Hukum, Sejarah dan Filsafat

Mahasiswa adalah Demonstran Sejati

Diperbarui: 11 April 2022   18:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Liputan6.com/Faizal Fanan 

Belakangan ini terjadi kegaduhan yang memantik reaksi publik yang sedemikian rupa. Kegaduhan tersebut tiada lain adalah berkembangnya isu perpanjangan masa jabatan presiden serta penundaan pemilu. Perpanjangan masa jabatan presiden oleh sebagian pihak dianggap tidak memiliki urgensi dan tidak ada keadaan yang mendesak untuk terlaksananya hal tersebut (baca: penundaan pemilu).

 Namun pihak lain menganggap bahwa perpanjangan masa presiden atau paling tidak menunda pemilu adalah sesuatu hal yang penting mengingat kondisi dan realita yang terjadi saat ini. Kedua argumentasi tersebut berimplikasi pada timbulnya kegaduhan dalam bentuk perdebatan publik terutama di media sosial.

Namun sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945, Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat). Ahli Hukum Tata Negara Profesor Jimly Asshiddiqie dalam tulisannya Gagasan Negara Hukum Indonesia, mengutip ciri-ciri negara hukum menurut The International Commission of Jurist diantaranya adalah, (1) negara harus tunduk kepada hukum, (2) pemerintah menghormati hak-hak individu, dan (3) peradilan yang bebas dan tidak memihak. Dari ketiga ciri tersebut sudah jelas bahwa kedaulatan hukum adalah yang tertinggi, atau kita kenal dengan istilah Nomokrasi.

Oleh karena hukum memiliki hierarki tertinggi dalam sistem pemerintahan di negara hukum (rechsstaat), kepatuhan terhadap hukum adalah mutlak. Sehingga apabila kita tinjau isu perpanjangan masa jabatan presiden dari sudut pandang hukum, jelas sekali konstitusi membatasi masa jabatan presiden hanya 2 periode. 

Sebagaimana menurut Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amasari, Pasal 7 UUD NRI 1945 memandatkan Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan, artinya hanya 2 periode. Dengan fakta ini, perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode adalah bentuk tindakan inkonstitusional yang mengingkari hukum, sekaligus mengingkari fakta bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Lantas darimana datangnya isu perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode ini? Sebenarnya jauh kebelakang sudah ada narasi-narasi perpanjangan masa jabatan presiden ini, namun masih dalam skala yang kecil dan dianggap angin lalu. Bahkan Presiden Jokowi sempat mengatakan bahwa yang membuat narasi atau mengusulkan 3 periode sedang cari muka terhadapnya dan Ia (baca: Jokowi) menolak dengan tegas.

 Namun isu ini kembali mencuat setelah Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan (LBP) melontarkan pernyataan yang menimbulkan kegaduhan. Luhut menyampaikan di acara podcast di Channel YouTube Deddy Corbuzier, bahwa Ia memiliki big data sejumlah 110 juta rakyat Indonesia setuju akan penundaan pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden.

Reaksi terhadap pernyataan LBP ini beragam, namun mayoritas membantah dan mengecam klaim Luhut yang tidak berbukti tersebut. Pernyataan ini dianggap sebagai potensi gangguan nyata terhadap konstitusi dan demokrasi Indonesia. Bahkan yang mengejutkan, dalam acara Silaturahmi Nasional kepala Desa APDESI di Senayan, Jakarta, pada 29 Maret lalu, timbul seruan dan narasi-narasi tentang perpanjangan masa jabatan Presiden.

 Walaupun Ketua Umum DPP Apdesi Surtawijaya mengatakan bahwa narasi dukungan terhadap perpanjangan masa jabatan Presiden adalah murni aspirasi para kepa desa, tetap saja ini cukup mengejutkan dan publik berspekulasi bahwa pasti ada aktor intelektual dan finansial yang menjadi penggeraknya. Siapakah itu? Hanya pelaku dan Tuhan yang tahu.

Penundaan pemilu sendiri jelas membingungkan, mengingat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah memutuskan bahwa pemilu tahun 2024 akan dilaksanakan pada 14 Ferbruari 2024. Bahkan Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, dikutip dari lama resmi dpr.go.id, "Pemilu 14 Februari, persiapannya harusnya lebih matang, agar kekurangan pemilu sebelumnya tidak terulang, sehingga pemilu berjalan dengan baik dan hak konstitusional rakyat bisa terpenuhi".

 Lantas mengapa masih ada isu penundaan pemilu disaat keputusan sudah bulat di Dewan Perwakilan Rakyat. Dari kalangan partai dan partisan sendiri timbul narasi-narasi amandemen konstitusi terkait jabatan presiden dan penundaan pemilu terutama dari PKB, PAN, dan Golkar. Namun partai lain seperti PDIP, Gerindra dan PKS tegas menolak isu-isu tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline