Lihat ke Halaman Asli

Mari Belajar dari Santo Yosef

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Orang Kristen maupun Muslim pasti sudah kenal sosok Yusuf, atau yang dalam Gereja Katolik dikenal dengan sapaan Santo Yosef. Dia adalah tukang kayu. Sebagai tukang kayu, ia menggantungkan hidupnya pada orang lain yang memanfaatkan jasa pelayanannya. Itu terletak pada hasil kerjanya. Jika hasil kerjanya tidak bagus, mungkin karena dikerjakan dengan tidak bertanggung jawab, tentulah orang akan meninggalkannya. Sebaliknya jika hasil kerjanya bagus memenuhi harapan orang, tentulah orang akan setia padanya. Dan itu terletak pada kinerjanya. Dan itulah sosok Yusuf, suami Maria dan ayah dari Nabi Isa Almasih, atau yang dikenal sebagai Tuhan Yesus.

Pada tanggal 19 Maret lalu, Gereja Katolik merayakan sosok tersebut. Satu teladan yang mau diberikan Santo Yosef untuk kehidupan kita adalah sikap mendengarkan.

Dikatakan bahwa Santo Yosef sudah sampai pada keputusan untuk meninggalkan Maria, yang diketahuinya sudah hamil, sebelum mereka resmi menjadi suami istri. Kita bisa tahu apa akibatnya jika mereka tidak jadi menikah, sementara Maria lagi hamil. Tentulah publik akan menuduh Maria telah berbuat zinah. Dan kita tahu apa hukuman bagi orang yang berbuat zinah: Mati dengan cara dirajam.

Tapi semua itu tidak terjadi karena akhirnya Yosef kembali menerima Maria menjadi isterinya. Ini disebabkan karena Yosef mau mendengarkan suara Tuhan dalam mimpinya. Dan di sinilah letak keutamaan Yosef: mendengarkan, bukan hanya suara dirinya sendiri melainkan suara yang berasal dari luar dirinya. Dengan mendengarkan, maka "terjadilah" rencana keselamatan yang dirancang oleh Allah untuk umat manusia. Artinya, ada kaitan mendengarkan dengan mendatangkan keselamatan.

Salah satu penyakit manusia dewasa ini adalah ketidak-mampuan dan ketidak-mauan untuk mendengarkan suara dari luar dirinya sendiri. Manusia jatuh dalam egoismenya. Hal ini didukung dengan kemajuan teknologi. Perhatikanlah di jalan-jalan. Sebagian besar orang berjalan lalu lalang dengan headset di telinganya. Orang sibuk dan tenggelam dalam dunianya sendiri tanpa peduli pada suara sesamanya. ketidak-mampuan mendengarkan juga nyata pada para pemimpin negeri ini. Mereka sepertinya sudah tak peduli lagi pada suara-suara rakyat kecil yang tertindas.

Demo menentang kenaikan BMM, suara para aktivis HAM dan masih banyak lainnya lagi, seakan seperti anjing menggonggong kafilah jalan terus. Sekalipun sudah ada korban, tetap saja pemerintah diam. Dalam kasus HAM, kita ingat mahasiswa UBK yang membakar diri sebagai aksi protesnya. Malah SBY sibuk curhat kepada rakyat; meminta belas kasihan agar rakyat mendengarkan suaranya. Karena yang di atas (baca: pemerintah) tidak mau mendengarkan, maka yang ada adalah penderitaan pada rakyat, bukannya keselamatan (baca: kesejahteraan)

Oleh karena itu, pada hari raya Santo Yosef, marilah kita tumbuhkan kesadaran dan kemampuan untuk mendengarkan suara Tuhan termasuk sesama kita. Dengan mau mendengarkan suara di luar diri kita, berarti kita berani menanggalkan egoisme kita.

Balai, 19 Maret 2012




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline