Lihat ke Halaman Asli

Menyiasati Dampak Negatif Sosial Media Bagi Anak-Anak

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sosial media, siapa yang tak memiliki akun sosmed di jaman yang serba canggih ini ? Mungkin hanya kakek dan nenek kita yang bakalan kebingungan jika ditanya mengenai sosmed di hari ini. Dari mulai bocah ingusan sampai kalangan usia produktif sudah dipastikan memiliki setidaknya satu akun. Dengan begitu sudah cukup untuk dijadikan tolak ukur bahwa kecanggihan teknologi sudah menyasar semua kalangan, dan hampir setiap orang telah menjadi "korban".

Sebagai pengguna sosmed, saya tak jarang menjumpai perilaku pengguna yang diluar batasan usianya. Tak jarang anak-anak yang masih menyandang status sebagai murid sekolah dasar sudah berperilaku layaknya orang dewasa. Apa yang mereka lakukan merupakan cerminan kebebasan yang tak didukung dengan edukasi yang memadai. Apa yang mereka tiru dianggap sebagai sesuatu yang sedang trend dan sudah lumrah adanya. Rasa malu sepertinya telah menjadi sebuah bentuk perialku yang ketinggalan jaman.

Sebenarnya bagaimana dampak yang ditimbulkan dari sosmed ini, apakah setiap pihak diuntungkan atau hanya kenuntungan semu yang padahal mereka sedang menderita kerugian yang tanpa disadari ? entahlah, di hari ini saya rasa sangat sulit untuk membedakannya. Kalaupun kerugian yang didapat, saya yakin mereka sangat enggan meninggalkan apa yang telah dianggap merugikan. Tapi mau tidak mau sebenarnya kita telah menjadi pihak yang dirugikan, disamping mereka yang sedang sibuk mengeruk keuntungan.

Salah satu yang terkena dampak dari sosmed secara signifikan adalah anak-anak yang hendak beranjak remaja. Tak bisa dipungkiri, perubahan perilaku anak-anak mulai tak terpantau ketika mereka mengenal sosmed sebagai media pergaulan mereka. Para orang tua yang cenderung gaptek merupakan celah yang paling rawan kecolongan terhadap perilaku anak-anak yang mulai berubah. Bahkan, semakin hari sepertinya sesuatu yang dulu dianggap tabu semakin menjadi trend, sungguh sebuah perubahan yang sangat bertolak belakang dengan satu dekade yang lalu.

Sistem Pendidikan Formal Yang Kurang Edukatif

Sepertinya, pendidikan formal yang berlaku saat ini justru mengarah ke pergaulan yang mereka anggap modern. Modern dalam artian penggunaan teknologi, namun mental spiritual yang ditanamkan terkesan belum siap menghadapi perubahan zaman. Apa yang anak-anak tiru hanyalah "gayanya" saja, tanpa mengenal filosofi dibalik itu semua. Apa yang mereka lihat di luar sana adalah sebuah trend yang dianggap "keren", walau sebenarnya dari sisi budaya kurang sesuai, apa boleh buat. Sosok yang menjadi idola sudah menjadi faktor yang terlalu kuat untuk dijadikan acuan perkembangan jaman.

Jika diperhatikan, pendidikan formal seperti hanya memperdulikan kurikulum, namun sisi kepribadian peserta didik mulai terabaikan. Memang banyak pihak mulai peduli dengan situasi ini, seperti membentuk grup sosmed yang mengarahkan siswa ke hal positif, membangkitkan sportifitas sehingga membangkitkan ketertarikan terhadap hal-hal yang positif. Hal tersebut dianggap langkah yang tepat, karena tidak mungkin untuk menjauhkan anak-anak dari teknologi yang semakin menyasar pelosok negeri.

Kembali ke bahasan utama, dampak sosmed yang paling signifikan adalah penyalahgunaan (atau mungkin sebenarnya hal tersebut merupakan tujuan utama dibangunnya sosmmed). Dimana orang-orang yang terlibat didalamnya bebas untuk menjalin hubungan, seperti pertemanan biasa dan pertemanan yang memiliki tujuan khusus. Hal tersebut merupakan sebuah kelemahan bagi generasi yang masih terlalu muda, dimana anak-anak kini tanpa malu-malu saling menyatakan perasaannya terhadap lawan jenis. Ini sungguh sesuatu yang diluar kewajaran, mengingat dari segi usia mereka belum cukup pantas. Dan bahkan sebagian anak-anak mengalami masa puber yang lebih cepat, dikarenakan media yang mendukung untuk berinteraksi dengan lawan jenis kini semakin memberikan kemudahan.

Peran Serta Keluarga Sangat Dibutuhkan

Untuk menyikapi hal yang kian menjadi fenomena ini, peran serta anggota keluarga memang paling dibutuhkan. Komunikasi antar anggota keluarga yang terjalin harmonis akan memberikan rasa aman terhadap anak-anak sehingga mereka tidak mencari pelarian untuk menemukan kehangatan. Disamping itu, komunikasi yang terjaga antar anggota keluarga akan membuat anak lebih bertanggung jawab setidaknya harus memiliki alasan sebelum melakukan sesuatu. Dalam hal ini, contoh yang baik dari orang tua turut andil memberikan patokan terhadap anak mana yang baik dan mana yang kurang baik, mana yang pantas dan mana yang kurang pantas.

Faktor Lingkungan Lebih Kuat

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline