Lihat ke Halaman Asli

Bumi Panda Hadirkan Diskusi Bertajuk "Ada Apa dengan Air"

Diperbarui: 5 Desember 2016   17:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi

Seperti yang kita ketahui, air merupakan komponen penting dalam kehidupan. Faktanya, dari seluruh air yang ada di Bumi, hanya 3% yang dapat dikonsumsi oleh makhluk hidup. Data PBB menunjukkan  bahwa saat ini sekitar 884 juta penduduk dunia (12,5% dari populasi global) hidup tanpa air minum yang aman dan 2,5 miliar penduduk dunia (40%) tidak memiliki fasilitas sanitasi yang layak. PBB juga mencatat bahwa 1,8 miliar penduduk dunia akan hidup di negara atau wilayah dengan kelangkaan air absolut dan dua per tiga populasi di Bumi akan hidup dalam kondisi kekurangan air pada 2025. Maka dari itu, pelestarian air dan juga komponen pendukung lainya mutlak menjadi prioritas utama di kehidupan sehari-hari.

Fakta-fakta tersebut melatarbelakangi Bumi Panda untuk kembali menggelar diskusi konservasi bertajuk “Ada Apa dengan Air?” pada Minggu (27/11) yang lalu. Diskusi yang berlangsung di rumah informasi lingkungan hidup WWF-Indonesia ini dihadiri berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum. Dua narasumber, yaitu Agus Haryanto sebagai Water Services Specialist WWF-Indonesia dan Rahmi Caroline sebagai River Ambassador Subayang, Riau, hadir untuk berbagi informasi seputar air dan sungai.

Diskusi diawali dengan pemaparan cuplikan video mengenai air di Rimbang Baling yang menggambarkan sungai sebagai bagian dari kehidupan masyarakat. Kemudian para peserta diskusi mendapat perkenalan tentang Bumi Panda sebagai sarana edukasi lingkungan hidup WWF-Indonesia. Diskusi konservasi dimulai dengan pemaparan mengenai pentingnya air bagi kehidupan dan fakta-fakta mengenai air. Agus Haryanto menuturkan bagaimana siklus air di wilayah perkotaan, permasalahan yang dihadapi seputar air, seperti bencana banjir, kekeringan, dan kelangkaan air itu sendiri. “Diperkirakan pada tahun 2030 nanti, 50% populasi yang ada di Bumi ini akan hidup dibawah kelangkaan air dan hampir 1 miliar populasi akan kesulitan untuk mengakses air bersih. Hal ini selaras berdasarkan data dari Menteri Negara Lingkungan Hidup di tahun 1997, Pulau Jawa mengalami defisit air bersih sebesar 134.103 meter kubik,” ujar Agus.

Agus menambahkan bahwa pola pembangunan perkotaan yang tidak berkelanjutan akan berdampak dengan keberadaan air bersih itu sendiri. Solusi untuk menjaga keberadaan air bersih yaitu dengan pelarangan pembangunan di wilayah resapan air serta pembuatan saluran air yang memadai sehingga akan meminimalisir permasalahan yang akan dihadapi oleh kota. Salah satu contohnya adalah kota Bandung dan sekitarnya yang akhir-akhir ini mengalami bencana banjir. Umumnya banjir tersebut terjadi akibat saluran air yang tidak memenuhi kapasitasnya. Namun banjir yang baru saja terjadi tersebut karena pendangkalan sub-sub sungai, sampah, serta anomali cuaca yang tidak biasanya. “Mulai dari hal yang kecil, mulai dari kita sendiri,  dan memulainya saat ini juga untuk masa depan yang lebih baik,” pesan Agus kepada peserta diskusi untuk menjaga lingkungan.

Diskusi berlanjut dengan penjelasan oleh Rahmi Caroline sebagai River Ambassador, Subayang, Riau. Rahmi mengutarakan pendapatnya sebagai duta pelestarian sungai dan berbagi pengalamannya. “River Ambassador terbentuk baru satu tahun di Riau. Saat ini memiliki kegiatan yang berbasiskan edukasi, sosial, dan pelatihan yang berkaitan masyarakat Riau. Dimana masyarakat dilatih untuk memanfaatkan sampah yang biasanya dibuang ke sungai dengan mendaur ulang dan menjualnya. Selain masyarakat dapat meningkatkan nilai ekonominya, hal ini sejalan dengan upaya menjaga keberadaan air di Rimbang Baling dan sekitarnya,” tutur Rahmi.

Rahmi juga berharap ada River Ambassador atau duta-duta lingkungan serupa di wilayah lain, seperti di Jawa Barat dan lainnya sehingga masyarakat dapat bersama-sama menjaga keberadaan air dan akan membawa dampak baru bagi masyarakat serta meningkatkan produktivitas dan kepedulian kaum muda terhadap lingkungan.

Aditya, salah satu peserta diskusi konservasi Bumi Panda kali ini mendapat pemahaman baru akan pentingnya konservasi air bagi kehidupan. “Materi yang disampaikan bagus dan sangat mengedukasi bagi saya pribadi juga menambah wawasan baru sehingga membuat sadar akan lingkungan,” ujarnya.

c: Sani Firmansyah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline