Lihat ke Halaman Asli

Antara Ahok dan Anton

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kalau saya bilang Ahok, rasanya masyarakat seluruh Indonesia pasti tahu siapa itu Ahok. Yup! Ir. Basuki Tjahaja Purnama, M.M. lahir di Manggar Belitung Timur tahun 1966 dengan nama Zhong Wanxue. Beliau jadi Wakil Gubernur DKI yang kemudian menggantikan Pak Joko Widodo (Jokowi) sebagai Gubernur DKI Jakarta yang dilantik pada tanggal 19 Nopember 2014 lalu oleh Pak Jokowi sebagai Presiden RI.

Gubernur etnis Tionghoa pertama, Kristen pula! Hmm…hare gene ngomongin SARA? Nggaklah, nggak ada niat sama sekali untuk itu. Saya cuma mau bandingkan saja dengan track record Walikota saya di Kota Malang yang kebetulan jadi Walikota Tionghoa pertama di Malang, walikota ke-21 sejak tanggal 13 September 2013.

Sama-sama bergelar Ir. Kalau Ahok insinyur geologi plus MM. Kalau Ir. H. Muhammad Anton yang lahir di Malang tahun 1965 dengan nama Goei Hing An ini merupakan insinyur teknik sipil. Mereka awalnya juga sama-sama pengusaha.

Secara track record, Ahok “lebih lengkap” daripada Anton (kerab disebut “Abah Anton”) yang memulai karir politiknya sejak tahun 2004. Ya pengusaha, ya bupati, ya DPRD, ya DPR. Kalau Abah Anton baru seputar Malang Raya dan Jawa Timur.

Saya ingin pemimpin yang tegas.

Ahok memang meledak-ledak, cenderung kaku. Ya, ya. Tidak, tidak. Beda sekali dengan Abah Anton. Demo soal lalin satu arah, di mana pun kota menuju kota besar pasti diatur demikian. Warganya demo, Abah mengubah keputusan tapi tidak tegas alias setengah-setengah sehingga batas jalan di Jalan Mayjen Panjaitan (Betek) Malang cukup membingungkan saya. Demikian halnya jalur mikrolet (angkot) di Jalan Semeru.

Saya ingin pemimpin yang mengadakan perubahan cepat dan lebih baik.

Seringkali saya mencari perubahan fundamental apa saja yang terjadi di kota kelahiran saya ini? Tetap macet, tidak tertib lalin, udara makin panas dan Malang sebagai Kota Bunga berganti dengan bunga artifisial yang terpampang di Alun-alun Bunder depan Balaikota Malang. Hampir tidak ada beda yang signifikan ketika dipimpin Pak Peni Suparto.

Stasiun Kota Malang traffic-nya saat ini luar biasa ramai seiring antusiasme warga dengan kemajuan PT KAI. Tapi, tetap saja tidak ada lahan parkir untuk mobil yang memadai untuk bisa antar/jemput tamu yang ingin berlibur ke Malang.

Kalaupun ada beberapa taman yang diperbaharui dengan biaya perusahaan swasta itu harusnya cukup belajar ke Bu Risma sebagai Walikota Surabaya. Tidak perlu harus jauh-jauh melakukan perjalanan dinas sampai ke negara tetangga Singapore dan Phillipine hingga total 11 hari.

Saya ingin pemimpin yang menertibkan ijin-ijin bangunan.

Ahok menertibkan gedung-gedung bahkan mall pengusaha ternama. Dan sekarang mulai menertibkan ijin-ijin rumah kos. Bagaimana dengan Abah Anton? Demikian halnya ruko-ruko yang terus dibangun tetapi tidak menyediakan lahan parkir yang cukup sehingga tukang parkir menjamur di setiap lapak. Misal mau beli sekedar camilan ke minimarket yang harganya kurang dari 10ribu, parkirnya saja 2ribu. Itupun (sudah/akan?) dilakukan penyesuaian tarif parkir. Yang penting jelas ke mana setoran perolehan parkir karena saya sama sekali tidak pernah melihat karcis parkir resmi. Apakah perlu seperti DKI, parkir dengan argo?

Saya ingin pemimpin yang menghargai warisan sejarah.

Kalau Ahok konsen pada wisata Kota Tua, entah di Malang. Sepengetahuan saya memang ada bus wisata tapi tidak ke obyek wisata peninggalan masa lampau seperti candi-candi yang masih lestari hingga saat ini. Meski situs sejarah ada yang di Kabupaten Malang dengan Bupati Rendra Kresna, silakan koordinasi. Mungkin sekalian dengan wisata pantai Goa Cina di Pantai Selatan yang juga punya sejarah yang unik.

Saya ingin pemimpin yang fokus.

Saat ini Kota Malang ya kota pelajar, pariwisata dan bisnis. Beda dengan Jakarta, memang. Tapi harus jelas, mana yang jadi fokus utama Pemerintah?

Perpustakaan Pusat Kotamadya Malang hanya satu, di Jalan Besar Ijen. Wisata buku murah di Jalan Wilis dibuat sekedar kios-kios. Bagaimana jika difasilitasi semacam Taman Bacaan dan bisa men-cap sebagai koleksi terlengkap di Jawa Timur atau Indonesia?

Untuk pelajar, memang ada bus sekolah gratis. Tapi bagaimana penertiban pelajar yang tidak ber-SIM dan mengendarai motor. Bisa banget koq kalau mau menertibkan saat pulang sekolah dan masih berseragam. Belum lagi kalau ada acara Arema yang mayoritas pengendaranya ‘tole-tole’ (anak-anak di bawah usia dewasa 17 tahun)

Malang sebagai kota tujuan wisata, menurut saya obyek wisata terbanyak di area Kota Batu dan Kabupaten Malang (Pantai-pantai Selatan dan Timur arah Gunung Bromo). Malang lebih sesuai sebagai wisata kuliner atau perjalanan bisnis. Silakan fasilitasi resto-resto lama dengan promo di internet, booklet atau sarana promosi lainnya bekerjasama dengan hotel/guest house, PT KAI atau maskapai-maskapai penerbangan.

Saya ingin CFD (Car Free Day) yang bermutu.

Ahok sudah cukup concern dengan CFD di Jakarta. Sekali waktu Abah Anton hadir ke CFD, dong? Lihatlah, mana ada yang berkualitas atau program Pemkot? Hanya ramai pengunjung sebagai arena dagang dan promosi mulai dari topeng monyet, dokar domba, ma-min…sekedar nongkrong, atau in action dengan binatang peliharaan atau demo. Ada senam pagi dengan lapak sempit dan hanya diikuti dengan beberapa puluh orang saja.

Kebetulan Minggu lalu saya dan tim Hidroponik Malang (HIMA) ingin memeriahkan CFD dengan tujuan meng-edukasi bertanam mudah dan murah di halaman rumah sendiri. Dalam kenyataannya lapak-lapak di sekitar sana khususnya dengan spot bagus sudah ada “yang empunya” dengan jualan a la kadarnya. Bagaimana jika Abah membuat aturan agar lebih tertib?

Abah, rakyat memilihmu. Sudah 1,5 tahun engkau memimpin. Tunjukkan kemampuanmu lebih baik daripada sebelumnya. Malang butuh perubahan.

Sumber :

http://malangtimes.com/berita/07102014/9482/abah-anton-bantah-putranya-hilang-di-bali.html

https://bumirakyat.wordpress.com/2014/10/13/warga-betek-dan-mahasiswa-tuntut-pemberlakuan-dua-arah/

http://wartamalang.com/2014/06/pembangunan-taman-trunojoyo-diacungi-jempol/

http://halomalang.com/serba-serbi/101-pernik-tentang-kota-malang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline