Lihat ke Halaman Asli

Sisi Lain Sumatera Barat (1)

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Banyak ‘harpitnas’ di tahun 2015, rencana mau liburan ke mana nih? Biasanya beli tiket pesawat terbang untuk jangka hingga 6 (enam) bulan ke depan tentu lebih murah daripada mendekati hari H-nya. Kita atur dari sekarang, yuk, khususnya untuk karyawan yang harus mengajukan cuti duluan!

‘Harpitnas’ semester I tahun 2015 di antaranya :

Imlek 19 – 22 Februari (Kamis – Minggu),

Wafat Yesus Kristus 3 – 5 April (Jumat – Minggu),

Hari Buruh 1 – Mei (Jumat – Minggu),

Kenaikan Yesus Kristus dan Isra’ Mi’raj 14 – 17 (Kamis – Minggu), dan

Waisak 30 Mei – 2 Juni Sabtu – Selasa

Ke Bali? Biasa! Ke Bandung? Biasa! Malang – Batu? Biasa juga!

Rekomendasi saya khususnya bagi Anda yang selama ini tinggal di Jawa, cobalah berlibur ke Sumatera Barat. Unik dan di luar bayangan saya selama ini.

Just share Nopember lalu saya ke ‘kampuang nan jauah di mato’-nya mertua, via jalan darat dari Pekanbaru. Tentu alur perjalanan agak berbeda dibandingkan jika Anda langsung turun pesawat terbang di Padang menuju hotel lalu ke tempat-tempat wisatanya.

Kalau dari Pekanbaru – Padang via Bangkinang, Anda akan sering menjumpai ‘bentor’ alias becak-motor yang posisinya berdampingan, bukan depan-belakang seperti di Jawa.

Sebetulnya tujuan saya lebih mencari hal budaya yang unik, yang berbeda daripada tempat lain. Tentunya yang beda dengan di internet tapi yang “biasa” tetap tidak saya lewatkan karena saya baru pertama kali ke sana. So far saya tidak menuliskan detil hal yang sudah tercantum di internet ya…

Saya ke Batusangkar – Istana Baso Pagaruyung – Bukittinggi. Melewati Kelok 9, uh! Tukang parkir minta Rp 5ribu untuk masa foto-foto cuma 5 menit, mahal nian!). Sebetulnya jarak tempuhnya tidak terlalu jauh tetapi karena jalanan berkelok dan berbukit, waktu dan tenaga harus diluangkanlah.

Menginap di Bukittinggi, dingin. Hotel tanpa AC. Jelas saya coba Sate Padang dan Martabak “Kaka” 1926. Juga jalan-jalan (jalan kaki saja, dekat dari hotel atau naik bendi) ke Jam Gadang, Lobang Jepang (boleh sewa jasa guide resmi Rp 50ribu) dan Ngarai Sianok dengan banyak monyet jinak tidak mengganggu manusia. Nasi kapau Ni Er di Pasar Atas, tambusu-nya (usus sapi isi tahu + telur) bikin kenyaaanggg…

Lalu jalan kaki juga ke Kebon Binatang dan Benteng Fort de Kock via Jembatan Limpapeh. Murah, tiket masuk cuma Rp 10ribu/orang. Pulangnya belanja karupuak sanjai, karupuak balado sambel ijo, dan lain-lain. Krupuk rambak (kerupuk kulit sapi) di sini dijual setengah matang. Ada kualitas biasa dan super sehingga harus goreng sendiri. Untuk oleh-oleh, tidak perlu banyak makan tempat dan tidak melempem.

Ada yang jual pisang panggang lalu di’keprek’ sampai tipis, dimakan dengan kelapa parut gula merah. Uenak tenan! Lamak bana!

Yang ketinggalan, ohya! Bukittinggi identik dengan Bung Hatta. Tapi sayangnya gedung megah “Istana Bung Hatta” sebelah Jam Gadang itu ternyata bukan museum. Seribu sayang, sudah cukup sore, buru-buru ke rumah masa kecil Bung Hatta di Pasar Bawah ternyata sudah tutup!

Perjalanan berikutnya ke Padang via Danau Maninjau. Kelok Ampek-ampek. Buat yang mudah mual-muntah sebaiknya minum antimo dulu ya… sampai di sana, sedang ada latihan atlet dayung. Nonton dulu. Sambil lihat orang cari ‘pensi’ alias kerang danau air tawar yang konon hanya hidup di danau itu. Nyobain matengnya, masak bumbu kare. Ya lumayanlah rasanya.

Di sekitar Danau Maninjau itu ternyata tempat kelahiran para tokoh nasional seperti Buya Hamka. Hmm…berhitung soal waktu, karena sepanjang jalan kurang cukup penerangan dan hujan terus menerus maka saya putuskan lanjut perjalanan via Pariaman joss, sampai dah bermalam di Kota Padang.

Bersambung…




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline