Lihat ke Halaman Asli

Adolf Roben

Pekerja kantoran

Kimi Hime, Kominfo, dan Akar Masalahnya yang Malah Tak Tersentuh

Diperbarui: 19 Agustus 2019   08:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Youtuber Kimberly Khoe alias Kimi Hime.(YouTube/Kimi Hime)

Masih ingat nggak kalau bulan Juli lalu yang lalu Youtuber Kimi Hime dipanggil Kominfo karena konten Youtube nya dianggap meresahkan?  Subcriber Kimi yang kebanyakan anak-anak adalah salah satu penyebabnya. Sekarang kasusnya sudah tenggelam sih, diakhiri dengan "pembinaan" Kominfo kepada Kimi dan normalisasi konten yang dianggap melanggar.

Kalau boleh mengomentari ending dari kasus ini, respon saya adalah "Ya ampun, gitu doang?!"

Jujur saya kecewa. Menurut saya langkah Kominfo ini menunjukkan kalau mereka gagal melihat dimana akar masalahnya. Masalahnya yang sebenarnya sama sekali bukan di Kimi.

 Kenapa? Karena Kimi Hime hanya salah satu diantara sekian banyak "bahan riset" yang beredar di Youtube. Masih ada banyak penjual "susu", "goyang", "paha", yang bertebaran disana. Berhasil menjerat Kimi Hime tidak akan menghasilkan solusi atau prestasi, tapi hanya sebuah sensasi. Ibarat mati satu tubuh seribu, Kimi Hime tidak akan musnah selama masih banyak ABG nga#engan di mana-mana.

Saya sempat berharap banyak, Kominfo menyadari akar permasalahannya yang adalah kurang sadarnya orang tua terhadap pengaruh negatif smartphone pada perkembangan anak. Seperti yang kita semua tahu, banyak sekali konten yang kurang sesuai untuk anak-anak bertebaran di internet (bukan hanya Youtube). Tinggal pilih mau konten kekerasan, pornografi, hoax, atau hate speech, ada semua.

Meskipun demikian menurut survey  theAsianParent Insight bersama Samsung Kidstime melalui Mobile Device Usage Among Young Kids yang diselenggarakan pada awal tahun 2014, 98% orangtua malah mengijinkan anaknya menggunakan smartphone mereka dengan berbagai alasan. Survey ini melibatkan 2500 responden yang merupakan orang tua di Singapura, Thailand, Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

Di circle saya sendiri, beberapa teman saya ngotot memberikan anaknya (yang masih usia SD) smartphone dengan alasan "kasihan teman-temannya pada punya". Ironis kan? Menurut saya harusnya dia lebih kasihan kalau sampai sang anak rusak mentalnya karena penyalahgunaan smartphone. Penjelasan yang saya berikan sampai mulut hampir berbusa tidak digubris sama sekali.

Harapan saya tinggal satu, peran Kominfo sang pembuat peraturan. Kalau ga bisa dinasehati, ya dipaksa saja kan? Akan menyedihkan kalau saya hanya mengeluh tanpa menawarkan solusi apapun. Maka dengan keterbatasan saya, setidaknya ada tiga hal yang saya pikir bisa dilakukan Kominfo mengenai pembatasan penggunaan smartphone oleh anak-anak :

Pertama, memperketat ketentuan rating konten internet. Ketentuan rating ini tentu harus disepakati bersama oleh pemerintah, perusahaan media sosial, serta penyedia layanan internet yang beroperasi di Indonesia. 

Kominfo juga perlu membentuk unit untuk mengontrol pemberian rating ini. Jadi seperti kasus kimi hime ini, kominfo ga perlu repot-repot manggil, langsung aja rating dewasa. Kimi senang, orang tua senang, kaum dewasa nga#engan senang, anak-anak gigit jari, selesai perkara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline