EKSISTENSI SETAN DALAM PERSFEKTIF KATOLIK
- Latar Belakang
Pengalaman merupakan bagian fundamental dalam hidup dan perkembangan manusia. Pengalaman itu terbentuk dengan relasi yang tampak secara fisik dan spiritual. Relasi fisik terealisasi dalam hubungan langsung dengan sesama dan linkungan sekitarnya. Sedangkan relasi spiritual merupakan relasi vertikal dengan Pengada dan roh-roh halus. Relasi dengan sesama dan alam sekitar diterima secara mutlak dengan fakta virtual yang dialami oleh manusia. Demikian pun relasi vertikal dengan dunia luar, namun tidak semua manusia mengakuinya. Orang Katolik mengakui kenyataan faktual atas kehadiran dirinya dan segala yang ada di sekiternya. Mereka percaya bahwa ada hubungan intim dengan Tuhan sebagai Bapak pencipta langit dan bumi dan roh-roh halus .
Setan merupakan makhluk beroh. Setan sering disebut sebagi roh jahat yang selalu menggoda manusia supaya berlaku jahat (KBBI). Segala tindakan yang jahat dalam hidup umat selalu diidentikkan dengan kuasa roh jahat. Selain itu sering kali kata setan diungkapkan sebagai suatu ujaran, seperti (lu setan, dasar anak setan). Hal ini bukan timbul seketika saja tetapi mempunyai rantai perkembangan yang menjadi datum dalam diri manusia terutama berawal dari pengaruh pendidikan keluarga dan lingkungan. Kekayaan warisan spiritual ini kemudian menjadi bagian integral dari hidup umat. Bahkan ada umat yang menyaksikan sendiri (pengalaman berjumpa dengan setan).[1]
Keyakinan spiritual ini serentak melahirkan dua persfektif yang berbeda dan bersifat dilematis. Timbul banyak kesulitan dalam menjelaskan hal ini, baik secara koheren berdasarkan argumentasi kitab suci maupun dengan argumen filosofis lainnya. Para psikolog menganggap setan merupakan hasil proyeksi ketakutan dan rasa tidak nyaman manusia. Demikian science mengusir kepercayaan akan setan, dengan cara menemukan dalam bidang kedokteran modern solusi untuk mengatasi fenomena kerasukan setan. Di sisi lain setan dianggap tidak cocok dengan pemikiran elightemen.[2]
Rudolf Bultmann (1884-1976) dalam persfektivitas teologisnya, setan merupakan bagian dari kebudayaan dari perjanjian baru. Orang kristen harus menolaknya agar menemukan iman murni untuk saat ini.[3] Hal yang sama terjadi dalam lingkungan filsafat bahwa, orang yang percaya terhadap keberadaan setan secara intetlektual patut dipertanyakan. Namun Gereja Katolik secara tegas mempertahankan keyakinan ini. Paus Franciskus selaku pemimpin tertinggi menegaskan bahwa "Setan/Iblis adalah musuh umat manusia, malahan musuh yang paling licik. kita jangan mencoba-coba bernegoisasi dengan setan, karena kita bisa akan jatuh dan kalah, sebab dia itu cerdik, lebih cerdik dari pada kita manusia".
Pembahasan
Setan atau Iblis merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang pada mulanya adalah pembantu dan pelayan Allah yang kemudian memberontak dan melawan Allah dan mendapat kutukan tinggal dalam kegelapan. Istilah setan dan iblis adalah sama dan merupakan hasil terjemahan dari bahasa Ibrani: ha-Satan, "sang penentang. Kemudian diterjemahan ke bahasa Yunani Diabolos atau Satana. Istilah ini sering ditunjukan pada Lucifer (berkonotasi sebagai penghalang cahaya.[4]) di dalam kepercayaan Yahudi dan Kristen. Kemudian istilah "Setan" digunakan sebagai nama untuk Iblis[5].
Kitab suci Perjanjian Lama, perihal setan dibicarakan sebanyak tiga kali: di dalam Kitab Ayub 1:6,7, dikisahkan bahwa iblis merupakan salah satu dari malaikat yang hadir dalam perjumpaan dengan Allah, menjalankan apa yang dikehendaki Allah. Setan hadir sebagai tokoh terhormat di dalam istana Allah yang diberi tugas untuk menguji hamba-hamba Allah.: Zakharia 3:1, setan mendakwa imam besar Yosua: dan I Tawarikh 21:1, setan membujuk Dauk untuk mengadakan sensus atas semua orang Israel.[6] Sedangkan dalam Kejadian setan tampil dalam rupa ular yang mengoda manusia, Kej.2,24. Kitab suci perjajian Baru secara jelas menghadirkan peran setan dan keberadaanya di dunia nyata. Tampak dalam: godaan terhadap Yesus; hidup orang-orang kerasukan yang disembuhkan oleh Yesus dengan mengusirnya; kerajaan kegelapan yang masih terus berperan melawan terang "Teologi Yohanes"; dalm surat-surat Paulus di mana ia melihat dunia berada dalam kekuasaan "para penguasa dan kekuatan di dalam dunia roh; pemuatan ceritra setan yang tampil melawan karya Allah dalam injil-injil dan Kisah para Rasul.
Ada beberapa sifat-sifat iblis yang dapat kita catat, antara lain: Jahat, setan adalah musuh semua yang baik, penuh penipuan dan kejahatan yang terus berusaha merusakkan semua hal yang baik dan benar. Ia tidak berdiri pada yang benar karena memang tidak ada kebenaran padanya karena memang ia jahat (Mat. 6:13). Penipu, Iblis itu licik dan penipu. Ia sombong dan tinggi hati (Mat 4:5,6). Mencobai, Dalam kejahatannya, iblis menuduh dengan tuduhan palsu dan selalu mencobai orang-orang percaya dan Tuhan Yesus sendiri mengalaminya (Luk.4:2). Pencuri, Dalam Luk 8:12 iblis berusaha mencuri firman Tuhan yang telah ditanamkan dalam hati manusia[7]. Kuasa setan sebenarnya tampak dalam hal sederhana yang dianggap biasa oleh orang beriman di mana ia menaburkan kuasanya. Kuasa ini nampak dalam aksi-aksi seperti; membunuh, merampok, menganiaya, memperkosa dll. Secara nyata kuasa ini juga tampak dalam segala bentuk yang melawan keugaharian dan pengendalian diri dalam berbagai dimensi hidup, perbuatan daging, dan kecenderungan untuk menolak dan melawan Allah. [8]. Di sisi lain setan juga menunjukan kuasanya yang besar di dunia ini. Dalam Matius 4:8 dan Lukas 4:5, ia berkuasa, memperlihatkan kepada Yesus semua kerajaan dunia sekaligus berani untuk mencobai Yesus sebanyak tiga kali.
Gereja percaya bahwa setan sungguh-sungguh ada dan hadir di dunia ini. Ia pada awalnya adalah pelayan Allah namun memilih untuk menolak Allah dan kuasanya. Keyakinan ini berlandaskan pada Kitab suci dan tradisi. Dalam KGK (Katekismus Gereja Katolik) 2851: menyatakan bahwa kejahatan bukanlah hanya satu pikiran, melainkan menunjukkan satu pribadi, yakni setan, si jahat, malaikat yang berontak terhadap Allah. Hal yang sama ditekankan dalam Dokumen Gereja konsili Lateran IV (1215, Paus Innocentius) bahwa, Iblis beserta dengan roh-roh jahat yang lain diciptakan oleh Allah dalam keadaan baik, namun, dari diri mereka sendiri, mereka bertransformasi, berubah ke dalam kejahatan. Demikian juga surat Paus Leo Agung Quam Laudabiliter (447)[9] yang menyebut bahwa Allah tidak mungkin menciptakan yang jahat, namun ada ciptaan yang memilih menyangkal Allah, maka kemudian tidak memilih hidup dalam kebenaran, malahan memilih keadaan dalam keterhukuman akibat menolak Allah.
Orang beriman Katolik harus percaya dan menyadari eksistensi setan bukan semata proyeksi manusi atau mitos. Sebalik mengakui eksistensinya dalam segala lini kehidupan di setiap pengaruh yang berkonotasi negatif atau keliru dalam pikiran, perkataan dan tidakan. St. Antonius, setan sungguh hadir dalam orang beriman. Dalam hal ini, setan berusaha menggunakan segala cara untuk menggoda manusia. Harta dan nafsu merupakan sarana terdekat dalam diri manusia yang digunakan setan untuk merebut jiwanya. Jadi orang beriman harus berdoa, matiraga dan pantang untuk menahan diri dan mempersiapkan hidup untuk hidup yang kekal[10]. Demikian ditegaskan oleh St. Tomas Aquinas, bahwa kehendak manusia dipengaruhi oleh tendensi dan nafsu bahkan perasaan emosional. Setan bisa mempengaruhi manusia dan setan lebih kuat dari manusia karena mereka sebenarnya roh murni, setan bisa mengaburkan kemampuan akal budi manusia.