Lihat ke Halaman Asli

Brader Yefta

TERVERIFIKASI

Menulis untuk berbagi

Nasabah dan Bisnis Pembiayaan, Bukan Bagaimana Memulai tapi Bagaimana Menyelesaikan

Diperbarui: 7 Februari 2022   09:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kredit kendaraan bermotor.| Sumber: SIS via Kompas.com

Just Sharing....

Ada nasihat yang cukup bijak pernah didengar dulu sebelum masuk ke dunia kerja. Berupa sebuah kalimat yang agak panjang dan dipisah oleh tanda koma. Tertulis bukan bagaimana memulai, tapi bagaimana menyelesaikan.

Sejatinya untuk segala sesuatu ada waktunya. Ada waktu untuk mengawali, ada masanya untuk mengakhiri. Mungkin ini sebuah hukum alam yang berlaku dalam banyak hal. 

Salah satunya pada sektor pembiayaan. Ketika akun kontrak kredit nasabah sudah tercetak, bagaimana debitur memulai cicilan pertama hingga terakhir, bisa jadi itu sebuah perjalanan atau perjuangan. 

Sedikit cerita pengalaman sendiri. Saat pertama kali kredit motor, itu di bulan kedua setelah saya diterima bekerja di sebuah perusahaan impor. Bisa dibilang spekulasi. 

Saya ngga bisa memastikan apa bisa lama kerja di sana karena statusnya masih karyawan percobaan. Kalau diberhentikan di bulan ketiga karena dirasa ngga capai target, hancur minah dah. Itu motor bijimane kelanjutan kreditnya. Tapi ya harus ambil risiko daripada sewa terus. 

Lucunya perusahaan pembiayaan tempat saya kredit adalah tempat kerja berikutnya dalam perjalanan hidup saya. Padahal saya awam soal sektor pembiayaan dan latar belakang kuliah juga tidak belajar soal itu. 

Sejumlah merek mobil di Korea Selatan yang juga ada di Indonesia| Dokumentasi pribadi

Bisa dibilang nekat karena dari semester akhir hingga tamat selalu sewa motor bulanan bayar 350 ribu per bulan ke orang lain. Bagaimana tidak. Kerja praktik dan tugas akhir perlu mobile ke rumah dosen dan kampus perlu kendaraan. 

Kalian yang pernah tinggal di Bali tahulah betapa sulit dan repotnya andai tak punya kendaraan di Denpasar pada zaman sebelum Gojek merajalela. Susah karena Bali dulu ngga punya bus kota kayak Jakarta, Surabaya atau Semarang. Naik angkot tak semua rute dilewati. 

Akhirnya dengan modal tabungan pas-pasan cuma 3 juta, saya beranikan bayar DP. Seorang teman cewek yang selalu menemani membantu mengajukan ke perusahaan pembiayaan itu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline