Lihat ke Halaman Asli

Brader Yefta

TERVERIFIKASI

Menulis untuk berbagi

Dinar Candy Adalah Kita dalam Keresahan Sosial dan Kebutuhan Konten Popularitas

Diperbarui: 6 Agustus 2021   17:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber :news.detik.com

Just Sharing....

Duduk di warung kopi, paling aseek seruput kopi sambil pegang HP. Kemudian membuka dan menyimak beragam informasi aktual. Salah satu yang cukup menarik perhatian (saya) adalah busana Dinar Candy (DC)yang berkerudung hitam di Polres Metro Jakarta Selatan. 

Yupp...sebagian dari kita mungkin sudah tau ihwal kasusnya dari media. Disk Jockey (DJ) 28 tahun ini disangkakan UU Pornografi gara-gara memprotes kebijakan PPKM nya pemerintah dengan mengenakan maaf, bikini di trotoar pinggir jalan. 

Bagi para warga angkatan lawas, generasi kayu bakar hingga generasi telepon koin, barangkali tak kenal siapa si DC ini. Artis bukan, karya senimannya juga ngga akrab di telinga mereka. Namun bagi generasi Y dan Z, generasi tiktok dan gawai, sebagian sudah tau, bisa jadi karena pose-pose seksinya. 

Singkat cerita, dengan dibantu adiknya DC  yang merekam dan mengambil gambar, hasil protes tersebut ditayangkan di Instagram miliknya. Sontak tak hanya para follower yang dibuat panas dingin dengan aksinya, tapi juga sejumlah elemen lain, termasuk aparat kepolisian. 

Ujung dari karya kreatif yang dirancang DC dan tim nya, akhirnya berakhir di meja pemeriksaan. Ditindak pelanggaran berindikasi porno. Dan Si DC pun tampil soleha lewat pakaian yang dikenakan. Tak lagi menonjolkan lekuk tubuhnya yang berusaha menarik perhatian.

Ada yang menarik dari kasus ini, yang secara tak langsung, menggambarkan bahwa  DC adalah kita. Ya kita warga negara Indonesia, dalam realitas sosial terhadap sejumlah fenomena. Upss...kok kita. 

Sebentar, tahan dulu...Mari melihat lebih luas pada contoh lain di negeri ini, yang mungkin bisa membenarkan bahwa DC adalah kita dalam versi yang berbeda dengan tujuan yang sama. 

Cara DC memprotes PPKM, busana yang dikenakan, tujuan dan target yang diinginkan, serta beraneka pandangan dan penilaian warga. 

Bedanya adalah bagaimana menyuarakan, lewat media seperti apa, teknik "menjual diri" dalam tanda petik dan realitas alam bawah sadar warga yang benci tapi butuh, nyinyir tapi tak bisa menolak. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline