Tetangga Masa Gituu
Harga tanah makin lama makin mahal. Sudah pasti karena lahan tidak terus bertambah, akan tetapi penghuninya terus beregenerasi.
Ketika populasi manusia makin banyak memperebutkan sesuatu yang makin langka, di situlah hukum penawaran berlaku.
Stoknya berkurang mana kala yang kepengen banyak, otomatis nilai jual akan meningkat.
Imbasnya adalah pengembang akan membangun produk hunian dengan luas rumah yang tak besar dan cenderung mewah alias mepet dekat sawah.
Maksudnya adalah rumah-rumah di perkotaan saat ini bisa jadi dulunya adalah bekas lahan persawahan atau lahan kosong di tahun 70-an, 80-an atau 90-an, sehingga pada saat membangunnya dulu dibuatnya berdekatan. Tetanggaan dalam satu blok. Depan muka belakang samping kiri dan kanan.
Lihat saja tipe -tipe rumah Perumnas atau perumahan KPR atau perumahan yang dibangun oleh instansi tertentu dengan pemotongan gaji pegawai setiap bulan selama kurun waktu tertentu.
Teringat rumah mendiang orang tua dulu. Namanya perumahan Pemda karena yang tinggal di sana semuanya PNS di Pemprov dan dikreditkan dengan cara dipotong gaji setiap bulan.
Bloknya dari A sampai K. Satu blok terdiri dari 8 rumah. Dan sejak tangisan pertama di bumi, di rumah blok F nomor 22 itu daku dibesarkan.
Rumah berdempet, saking dempetnya bertetangga, kata mama sejak kecil: Torang Samua Basudara