Kesan pertama begitu menggoda...selanjutnya bla bla bla
Bicara soal pelecehan seksual dan cara mencegah pelecehan, sejatinya tak hanya untuk kaum wanita saja.Para pria pun bisa menjadi korban. Lantaran orientasi seksual bisa mencair kemana-mana.
Kasus heboh yang menimpa Reynhard Sinaga, WNI peleceh di Inggris sana, mungkin bisa membuka mata kita bahwa semua gender punya resiko yang sama.
Ya..kita emang lagi hidup di fenomena yang namanya dalam tanda petik 'leceh-melecehkan'. Berdasarkan KBBI, melecehkan artinya memandang rendah (tidak berharga); menghinakan atau mengabaikan.
Di medsos, coba amati. Begitu mudahnya, akun akun di Twitter melecehkan seseorang lewat unggahan teks dan video,meski mereka sadar ada undang -undang ITE yang bisa menjerat.
Ketika arus komunikasi begitu terbuka, teknologi mendukung, ranah pelecehan tak hanya terjadi secara manual tapi juga digital.
Bila flashback ke 20 atau 25 tahun lalu, masa dimana HP masih barang langka dan hanya segelintir penggunanya, pelecehan seksual kerap terjadi secara fisik. Namun sekarang, telah bertransformasi.
Lewat HP bisa secara teks, gambar, atau video call, ditujukan untuk menyerang atau mengintimidasi seseorang secara seksual. Bahkan undangan merayu korban dengan iming-iming sesuatu, bisa lewat email pribadi dengan akun sebenarnya atau akun palsu.
Perempuan dilecehkan sudah banyak contoh kasus. Bagaimana dengan laki-laki bila mendapat perlakuan tak senonoh? Ada juga meski data nya tak sebanyak wanita.
Kuat secara fisik bagi laki laki yang menjadi korban, tak semudah kuat secara mental bila itu terungkap ke publik.
Ungkapan boys don't cry terbawa ke alam bawah sadar. Saya sendiri cukup terkejut kala menemukan curhatan lewat kisah video dan tulisan. Dan pelakunya bisa perempuan,bisa laki-laki juga.