Lihat ke Halaman Asli

Brader Yefta

TERVERIFIKASI

Menulis untuk berbagi

Menghadiri Pesta Nikah dan Kebiasaan Donasi Minimalis Makan Maksimalis

Diperbarui: 13 Februari 2021   21:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar oleh ally j dari Pixabay

Just Sharing....

Dua hari lalu saya mampir ke salah satu mantan nasabah . Seorang wanita usia 50 an yang punya usaha cafe kecil-kecilan. Sekedar ngopi sambil ngecek email dan baca WA yang masuk. Ketika duduk berjarak dengan beliau karena aturan prokes, kami pun larut ngobrol. Dia tetap kenakan masker.

Ternyata beliau baru pulang dari acara nikahan keluarga di tengah kota. Pantasan masih melekat gincu merah di bibirnya. Baju yang dipakai masih ala-ala baju kondangan dengan jilbab hijau menutupi rambut dan kepalanya. Kata beliau, masih sepupuan sama orang tua si cewek. So mau ngga mau, ikut rembuk sebagai panitia di bagian dana. 

"Meski pandemi gini, dan tak banyak yang hadir, biaya weddingnya lebih dari 50 juta. Sebagian besar habis buat biaya konsumsi. Ada sumbangan amplop dari para undangan, namun jumlahnya tak sampai segitu.

Kesalnya,beberapa amplop yang isinya hanya 2 ribuan, 5 ribuan. Bukan apa -apa sih, makannya aja soto kambing, sate kambing, rendang, sama es krim dan lain-lainnya. Masa tega banget sihh ngasih donasi segitu?" curhat beliau ngegass. 

Uppss. Saya minum dulu kopinya sebentar. Sambil tetap pandangin beliau. Tidak lupa pasang senyum tipis. Menebak-nebak, apalagi yang hendak dikatakan. 

"Datang kondangan pakaiannya dibagus-bagusin, tas sama aksesori. Turun pula dari mobil. Giliran ngasih amplop, pelit amatt. Lha dikira harga daging sekilo berapa? Beli bumbu dan bahan-bahannya berapa? Coba kalo anak mereka yang menikah, trus yang hadir cuman ngasih segitu, apa kira-kira yang mereka rasakan ya Mas?" lanjut beliau tumpahkan isi hatinya. 

Well...kalimat berujung pertanyaan itu bikin saya sedikit berpikir. Dua bulan lalu, salah seorang nasabah juga berkisah hal yang mirip. Cuma beda lokasi di kabupaten lain. Tapi jauh sebelumnya, sudah sempat dengar ada celetukan model donasi versi minimalis banget. Bahkan kadang sering jadi bahan obrolan yang dibalut sebagai candaan atau humor. 

Entah maksudnya menyindir pelaku undangan model begitu atau bisa juga menertawakan masyarakat kita yang pola dan modusnya tak berubah meski jaman dan dekade sudah berlalu. 

Sebenarnya bila diamati, perilaku semacam ini oleh tak sedikit warga hanya pada acara yang levelnya menengah ke bawah. Seperti halnya yang dilakukan kebanyakan di masyarakat.

Untuk level ekonomi menengah ke atas, jarang terjadi. Ini dikarenakan siapa yang diundang dan siapa yang boleh hadir, sangatlah terbatas. Sifatnya privat dan ekslusif. Dengan demikian nominal donasi, entah dalam bentuk uang atau barang, atau bisa jadi dibalut kepentingan bisnis, sangat jauh berbeda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline