Just Sharing...
Ini hanya tulisan ringan gara - gara ngeliat foto koleksi BB jadul. Ada sebuah warung makan di tengah Kota Denpasar Bali yang buka 24 jam. Tak hanya laris dan ramai, tapi juga boleh dikata makanannya cocok di lidah kebanyakan warga, terutama para migran.
Seperti halnya di banyak kota lain di tanah air, kehadiran kedai kuliner yang melayani pelanggan seharian penuh,punya warna -warni tersendiri. Kehadiran mereka seolah memperpanjang denyut nadi perekonomian setelah malam merambat hingga fajar menyingsing.
Uang berputar ketika yang lain terlelap. Memuaskan dahaga perut dan dahaga bersosialisasi penghobi nongkrongan. Meski tergoda rasa kantuk yang menyerang, namun niat meraup sejumlah rupiah dari harumnya aroma masakan,memaksa tuk bertahan.
Lantas apa lagi keunikan yang bisa diulik dari beraneka versi padagang makanan 24jam, yang eksis sebelum pandemi,atau tetap buka setelah pembatasan karena pandemi ditetapkan di sejumlah kota dan kabupaten. Mungkin ini beberapa diantaranya :
1. Warung tipe ini biasanya ada di fasilitas publik dengan pelayanan non stop 24 jam.
Hampir selalu bisa ditemukan berdekatan dengan Rumah Sakit, terminal bus penumpang, Stasiun Kereta Api, atau tak jauh dari areal pelabuhan penyeberangan,terutama penyeberangan kapal ferry yang melintasi selat.
Mobilitas moda transportasi yang tak kunjung berhenti atau mobilitas manusia, jadi alasan tetap buka.
2. Kapasitas warung fleksibel.
Warung tipe begini, besar kecil ruang dan bangunannya fleksibel, menyesuaikan dengan apa yang dijual dan pilihan menunya. Ada yang luas dan melebar dapat menampung banyak pengunjung, ada juga yang kapasitas tak lebih dari 5 meja dengan dua kursi pada masing-masing meja.
Rombong atau kios kecil di tepi jalan dimana buka sepanjang hari dengan hanya menjual nasi bungkus (nasi putih atau nasi kuning), bisa dikatakan juga warung makan 24 jam meski tak ada tempat duduk yang disediakan. Cukup beli, bungkus dan bawa pulang.