Lihat ke Halaman Asli

Brader Yefta

TERVERIFIKASI

Menulis untuk berbagi

Kelola Celengan Receh, "Hancurkan" pada Waktunya

Diperbarui: 26 Mei 2020   10:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber:dokpri

Semua yang besar dimulai dari yang kecil

Memasuki awal tahun, biasanya setiap orang membuat resolusi. Apa yang hendak dicapai selama 12 bulan ke depan atau merevisi target yang belum dicapai di tahun sebelumnya lalu menambahkan itu sebagai tantangan untuk digenapi. Saya juga demikian.

Salah satunya adalah mengubah pola kebiasaan dalam mengelola uang receh. 

Namanya receh namun tak receh. Bagi saya uang receh tak selamanya uang kecil senilai 500 rupiah hingga 5000 rupiah. Recehan versi saya adalah uang yang sepertinya saya abaikan (karena kecil nilainya), saya lupa (alias tak tahu darimana itu asal uangnya) atau tak ingat kapan taruh di situ, misalnya nemu di saku celana.

Ini bisa berarti uang logam seribuan dua ribuan hingga 20 ribu, 50 ribu atau seratusan ribu. Waduh 100 ribu dibilang receh. Eitss...sabar dulu bro, hehe

Asal muasal uang receh berasal dari pecahan uang yang sudah dianggarkan. Setiap bulan, para pekerja biasanya menerima gaji sebagai pendapatan tetap. Realitanya tak harus sebulan baru dibayar upah, karena ada juga yang dibayar kinerjanya per minggu, perdua minggu atau dihitung harian, misalnya persepuluh atau perduapuluh hari. 

Beda - beda ya, tergantung tempat bekerja, profesinya atau waktu bekerja. Para tukang bangunan dan mandor contohnya. Tak harus 30 hari. Biasanya bila kelar proyek akan terima upah. Kadang - kadang sudah panjer di depan. sisanya akan dibayarkan setelah proyek selesai.

Teman -teman yang berwiraswasta seperti ojek online dan sekelas UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) tentu juga tak bisa disamakan pola pendapatan dengan orang kantoran. 

Demikian juga para profesional seperti tukang pijat keliling, pembantu ART alias asisten rumah tangga, guru les tari, guru privat, trainer gym hingga profesional berkelas seperti dokter atau arsitek.

Kesamaan dari semuanya, apapun profesi yang dijalani, adalah kita semua menerima uang sebagai penghargaan atas jasa yang diberikan. Ini termasuk para purna tugas atau pensiunan yang masih rutin menerima penghasilan setiap bulan.

Cobalah kelola uang receh, serpihan-serpihan  dari pos anggaran

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline