Lihat ke Halaman Asli

Adinda Novelia Puspita

Penyuluh Pajak KPP Pratama Karanganyar

Kriteria Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan yang Diberikan Surat Keterangan Bebas Pajak

Diperbarui: 5 Desember 2023   17:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi rumah. Foto : pexels.com/Oleksandr P 

Penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh orang pribadi atau badan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (PHTB) terutang Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final dikenai tarif 2,5%.

Besarnya tarif PPh 2,5% dari jumlah bruto nilai PHTB, kecuali pengalihan yang dilakukan kepada pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang mendapatkan penugasan khusus dari pemerintah bagi pembangunan untuk kepentingan umum yang dikenai tarif 0% dan pengalihan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenai PPh 1% sesuai dengan bunyi pasal 2 ayat 1 PMK-261/PMK.03/2022.

Merujuk pada PMK-261/PMK.03/2022 PPh wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari PHTB, kecuali yang dikenakan tarif 0% tidak perlu membuat Surat Setoran Pajak (SSP).

Kewajiban pembayaran atau pemungutan PPh tersebut dapat diberikan pengecualian bagi Wajib Pajak (WP) dengan kriteria tertentu yang diatur pada pasal 10 ayat 1 PMK-261/PMK.03/2022. Nah, berikut Wajib Pajak yang dapat diberikan pengecualian pembayaran atau pemungutan PPh PHTB tersebut :

Pertama, orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.

Kedua, orang pribadi yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi     atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

Ketiga, badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

Keempat, Pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena waris.

Kelima, badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk menggunakan nilai buku.

Keenam, orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan dalam rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan.

Ketujuh, orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline