Lihat ke Halaman Asli

Perbedaan SBY dan Jokowi Tangani "Inner Circle"nya

Diperbarui: 17 November 2017   04:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Secara harfiah inner circle berarti lingkaran dalam, orang-orang ekslusif yang mempunyai tujuan bersama. Inner circle adalah orang-orang dekat: keluarga, kantor, pemerintah, atau kelompok sosial lainnya.

Seorang tokoh publik atau politisi tentu punya orang-orang dekat dalam dunia mereka. Orang-orang dekat tersebut bisa asisten, ajudan, pengurus di partai politik, pengacara, dan lainnya. Fenomena 'licinnya' Setya Novanto menjadi gambaran bagaimana treatment Jokowi kepada salah satu orang terdekatnya tersebut.

Padahal, sebagai Presiden, Jokowi bisa saja menggunakan powernya untuk segera menuntaskan kasus hukum setnov. Setnov di sini terkesan memeliki kuasa yang lebih besar daripada Presiden sendiri. Penuntasan perkara pun berbelit-belit, mulai dari alasan sakit hingga kecelakaan.

Beberapa bekas politisi Partai Demokrat seperti Anas Urbaningrum dan Nazarudin juga pernah terlibat masalah hukum. Namun Presiden ke-6 RI tersebut tidak melindungi oknum-oknum tersebut.

KPK menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus korupsi proyek Hambalang. Ia diduga menerima pemberian hadiah terkait proyek Hambalang saat masih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Proses hukum dan penangkapan mantan Ketua Umum partai Demokrat itu terbilang lancar, tidak ada drama yang terjadi. Saat itu SBY masih menjabat sebagai Presiden RI. Berbeda dengan proses hukum Setya Novanto yang penuh drama. Posisi keduanya sama-sama sebagai Ketua Umum Partai pendukung pemerintahan saat terjerat kasus korupsi.

Keduanya juga terseret kasus korupsi besar, yakni e-KTP dan Hambalang. Anas bahkan dipecat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, karena telah melanggar pakta integritas yang ditandatangani oleh Anas, terkait perbuatan korupsi, suap, melawan hukum dan merugikan negara, kejahatan narkoba, asusila dan pelanggaran berat lainnya.

Lain dengan Anas, Setnov punya nasib berbeda. Hingga kini Ia belum juga ditangkap dan dipecat sebagai Ketum Partai Golkar. Golkar melalui Ketua DPP Nurdin Halid mengatakan bahwa Setnov belum terbukti terlibat dalam kasus e-KTP. Jika sudah terbukti, maka partainya akan memberikan sanksi.

Golkar menilai sebagai negara hukum, praduga tak bersalah adalah salah satu produk hukum yg harus ditaati, dan menganggap bahwa Setnov masih praduga tak bersalah. Ironis sekali melihat perangai sang ketua yang selalu mangkir dari proses hukum.

Selain Anas-Setnov, masih banyak perbandingan perlakuan SBY dan Jokowi terhadap orang-orang terdekat mereka lainnya.  Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Aulia Pohan, yang merupakan besan SBY, menjadi tersangka dugaan korupsi aliran dana BI sebesar Rp 100 miliar kepada para mantan pejabat BI dan anggota DPR. SBY tidak mengintervensi kasus tersebut, meski yang terlibat adalah besannya sendiri.

Aliran dana BI memang rawan dikorupsi. Pada April 2017 KPK menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka kasus Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline