Menyambung tulisan sebelumnya yang berisi tentang komitmen pemerintah Indonesia tentang net zero emission, bagaimana kontradiktif kebijakan yang diambil pemerintah dalam berperan aktif untuk mengatasi perubahan iklim, tulisan saya sebelumnya bisa dibaca dengan judul artikel "Komitmen Pemerintah Indonesia dalam Gerakan Net Zero Emission Ditinjau dari Sektor Energi dan Pertanian".
Kurang tetap rasanya jika hanya memberi kritik dari segi kebijakan pemerintah dalam penanganan emisi karbon, sebagai civil society komitmen bersama dalam penanganan perubahan iklim harus kita pegang bersama, kebijakan pemerintah sebaik apapun tentu akan sangat tidak bisa berjalan jika tidak didukung oleh rakyatnya. Selain itu komitmen setiap warga negara tentang perubahan iklim juga bisa menjadi sebuah gerakan yang menyadarkan regulator (pemerintah) bahwa hal ini sudah sangat darurat, dan harus mendapat proritas dalam pengambilan kebijakan, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan, walaupun kecil, setidaknya setiap orang bisa berdaulat dengan komitmen net zero emission
- Hemat penggunaan listrik. Sebuah hal yang bisa kita mulai adalah hemat penggunaan listrik, seperti pada tulisan saya sebelumya bagaimana PLTU masih menyuplai mayoritas listrik nasional, hal yang sederhana dan bisa semua orang lakukan adalah hemat dalam menggunakan listrik, mencabut dan mematikan peralatan listrik yan sudah tidak dibutuhkan seperti yang sering sering saya jumpai adalah adaptor charger ponsel, walaupun terlihat sangat sepele, berdasarkan artikel dari brilio.net charger yang tidak terpakai memakan daya 0,3 Watt/jam, angka yang sangat kecil, tapi ingat pepatah kuno yang masih sagat relevan "sediikit-dikit lama-lama menjadi bukit" kita tahu bahawa hal tersebut meupakan hal yang mungikin tidak mempunyai dampak yang berarti, namun hal itu justru menunjukan kuatnya komitmen kita untuk menangani perubahan iklim, hal sekecil itu pun kita perhatikan apalagi hal lain yang memberi dampak langsung, secara naruni pasti kita akan menghindarinya. Kesadaran tentang hemat energi listrik ini juga diambil oleh TESLA, sebuah perusahaan mobil listrik milik Elon Musk, yang beberapa waktu lalu tidak mengunakan Bit Coin dalam transaksi perusahaannya karena tahu pertambangan Bit Coin sangat menguras energi listrik dan mayoritas listrik masih mengunakan PLTU batu bara yang kurang ramah lingkungan.
- Mengurangi pengunaan kendaraan bermotor bahan bakar fosil. Program kendaraan listrik memang sekarang sedang hangat diperbincangkan dalam negeri, apalagi setelah perusahaan mobil listrik dunia ingin membangun industri baterai di Indonesia. Hal ini menunjukan sinyal positif bagi bangsa ini yang ingin mengembangkan industri mobil listrik dalam negeri. Dimana mobil listrik ini dinilai lebih ramah lingkungan dari segi emisi gas buang kendaraan. Seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup RI No 10 Tahun 2012 emisi gas buang kendaraan bermotor menghasilkan HC (Hidrokarbon), CO (Karbon Monosikda), CO2 (Karbon Dioksida), O2 (Oksigen) dan Senyawa Nox ( Nitrogen Oksida), Karbon yang mendominasi buangan gas kendaraan bermotor juga menjadi salah satu penyumbang bagi perubahan iklim. Untuk itu selagi menunggu upaya pemerintah untuk membuat mobil listrik hal yang bisa kita lakukan dalam komitmen pengurangan emisi karbon adalah mengurangi kendaraan bermotor pribadi, sebagai alternatif kia bisa mengunakan kendaraan umum, sepeda atau berjalan dalam menjalankan aktifitas, selain mengurangi emisi karbon banyak dampak positif yang bisa kita peroleh sepeti mengurangi kemacetan dan sekaligus olahraga. Akan tetapi pergantian kendaraan berbahan bakar fosil menjadi listrik juga harus diimbangi dengan pembangkit listrik yang ramah lingkungan.
- Menanam sayur dan beternak sendiri. Seperti yang sudah saya tulis bahwa sektor pertanian (termasuk peternakan) sedikitnya menyumbang 51% terhadap pelepasan gas rumah kaca yang merusak ozon Dalam pengembangan pertanian konvensional pembukaan lahan pertanian baru, limbah hasil pertanian, pakan ternah dan konsumsi air tawar pertanian memberi dampak yang cukup besar bagi perubahan lingkungan, yang terburuk adalah bencana iklim. Sudah saatnya kita mulai mencari alternatif dan mengubah cara pertanian kuno menjadi pertanian moderen. Namun sebelum kesitu hal yang memungkinkan kita lakukan adalah dengan berdaulat pangan sendiri, dengan memanfaatkan perkarangan atau tempat-tempat sempit yang kita punya, kita bisa menanam produk pertanian yang bisa kita konsumsi sendiri. Sistem akuaponik bisa menjadi alternatif jika ingin berbudidaya tanaman sekaligus perikanan, budikdamber (budidaya ikan dalam ember). Banyak manfaat yang bisa kita ambil selain mengontrol pengunaan bahan kimia yang digunakan dalam pertanian, kita juga bisa mengontrol limbah pertanian kita. Siklus sederhanyanya seperti ini kita memanfaatkan sistem akuaponik dalam menanam sayuran, dengan metode budikdamber dalam satu waktu kita bisa mendapat sayur serta protein ikan, tidak perlu menggunakan pupuk kimia karena tanaman sudah mendapat nutrisi (nitrat) dari kotoran ikan, limah sayuran juga bisa diolah menjadi kompos, atau bisa juga sebagai pakan larva lalat BSF (maggot) yang bisa juga sebagai alternatif pakan ikan, jadi tidak ada limbah atau karbon yang terbuang sia-sia semuanya menjadi sebuah rantai siklus yang menguntungkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H