Lihat ke Halaman Asli

Adnan Alfaiq

mahasiswa

Peran Walisongo dalam Membangun Moderasi Beragama

Diperbarui: 17 Desember 2021   13:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

moderasi beragama adalah sikap toleransi dan rukun kepada semua keragaman budaya di Indonesia untuk memperkuat kesatuan bangsa Indonesia. Kenapa harus moderasi beragama? Membiarkan keragaman pandangan yang ekstrem, dapat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, apalagi perihal agama adalah hal yang teramat sensitif untuk disepelekan.

Moderasi bukan suatu persoalan yang baru lagi bagi umat islam di Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Sejarah mencatat 9 tokoh wali atau di kenal dengan sebutan Walisongo merupakan waliullah atau wali-wali Allah yang tersebar di seluruh penjuru tanah Jawa, orang-orang Jawa menyebutnya cikal bakal tanah jawa. Karena, walisongo tidak hanya menyebarkan agama islam saja namun mereka juga di kenal sikapnya yang moderat terhadap agama nenek moyang bangsa Indonesia. Agama hindu yang menjadi mayoritas agama di Indonesia sejak dulu sanggup menerima dengan baik para wali yang menyebarkan agama islam di pulau Jawa dengan menggunakan kebudayaan dan kesenian.

"Moderasi Beragama Berbasis Indigenous Religiosity yang berisi tentang Merawat Tradisi Keagamaan Walisongo Dalam Kerangka Moderasi Beragama." Adalah suatu topik diskusi yang diselenggarakan Rumah Moderasi Beragama, UIN Walisongo Semarang, pada Rabu (15/7). (VOA Indonesia,2019)

Moderasi Sejak Zaman Wali

Moderasi beragama sudah ada sejak zaman wali, dimana dapat diketahui melalui arsitektur masjid menara kudus yang berada di daerah Kudus, Jawa Tengah. Dimana masjid ini terdapat menara yang memiliki bentuk seperti tempat ibadah orang hindu. Selain itu, ketika Sunan Ja'far Shodiq (Sunan Kudus) menyebarkan agama Islam di Kudus masyarakat Kudus masih banyak menjadi pemeluk agama Hindu. Dan untuk menghormati pemeluk agama Hindu yang mendewakan sapi atau memiliki kepercayaan tidak boleh menyembelih sapi maka umat islam di kudus pun tidak menyembelih sapi hingga saat ini. Umat islam di kudus menyembelih kerbau dan kambing sebagai gantinya.

Cara-cara moderat yang dilakukan Walisongo terbukti ampuh menyebarkan Islam secara damai. Karena mereka sangat menghargai kebudayaan yang lebih dulu ada. Sehingga masyarakat islam di Indonesia melakukannya hingga saat ini,contohnya yaitu :

Nyekar/Ziarah kubur, dengan menaburkan kembang 7 rupa dan mendoakan Yassin / tahlil di kuburan, sama seperti hal nya agama hindu yang melakukan sesaji / sesajen dan mendoakannya langsung di kuburan. Tetapi ada juga islam yang tidak memperbolehkan yasinan atau tahlilan di kuburan.

Selain itu, Sunan Kalijaga juga merevolusi pakeliran wayang yang kemudian ada geber. Nah, dengan geber inilah wayang menjadi sangat dramatik, sangat teatrikal, karena ada bayangan, ada dimensi, ada imajinasi yang kongkrit saat menontonnya. Wayang kemudian dikenal sebagai cara moderat bagi Sunan Kalijaga dalam menyebarkan ajaran agama Islam. Tidak hanya teknis pertunjukannya yang dikembangkan, namun kisah di dalamnya juga disesuaikan untuk menunjukkan wajah agama yang damai.

Banyak pandangan yang kurang tepat terhadap Islam Indonesia yang tergambar dari beberapa fenomena seperti prilaku mistikal, radikal, liberal dan lain sebagainya. Pandangan tersebut lahir dari persepsi terhadap sebuah fenomena untuk menggambarkan secara menyeluruh tentang karakter Islam Indonesia. 

Dalam perjalanan sejarah Indonesia, Islam di Indonesia muncul dengan berbagai gambaran yang diistilahkan oleh para peneliti dengan berbagai istilah, seperti Abangan, Tradisional, Modernis, Puritan, Substantif, Militan, Nasionalis, Literalis dan lain sebagainya (Rahmat, 2007). Untuk itu, para peneliti perlu mengkaji lebih cermat dan mendalam corak Islam Indonesia yang tergambar dari pemikiran para tokoh muslim nasional dan respon mereka terhadap persoalan yang melanda bangsa Indonesia.

Kita berharap supaya Indonesia sanggup menghargai budaya / bertoleransi. Karena kita memanusiakan manusia, tidak membeda-bedakan budaya, suku, ataupun agama. Banyak nya agama di Indonesia bukan untuk perang atau berpecah belah tetapi untuk menghargai.

(Penulis : Adnan Alfaiq, UIN Walisongo Semarang)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline