Batu besar yang ada di dalam Dome of Rock (Kubah Batu) di komplek Masjidil Aqsha di kota tua Yerusalem itu memang terlihat sama saja dengan batu pada umumnya, tidak ada yang istimewa, namun selama ribuan tahun, batu itu menjadi rebutan antara Umat Islam dan Yahudi.
Umat Islam meyakini batu itu yang menjadi pijakan Nabi Muhammad Sallallahu alaihi wa sallam untuk mi'raj (naik) ke langit dalam peristiwa Isra' dan Mi'raj sekitar 1.400 tahun yang lalu.
Sementara kaum Yahudi meyakini batu itu adalah bagian dari Bait Suci yang dulu dibangun oleh Raja Solomo, sehingga menjadi kiblat mereka.
Alhamdulillah saya berkesempatan untuk mengunjungi tempat itu empat tahun yang lalu.
Untuk bisa masuk ke komplek Masjidil Aqsha tidak semudah seperti kita berkunjung ke Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah karena komplek itu dikuasai oleh Israel.
Ketika saya ingin berkunjung ke komplek masjid ini, saya dan umat Islam asal Indonesia lainnya diharuskan mengurus visa bukan ke Palestina tapi ke Israel.
Oleh karena Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, maka untuk memperoleh visa dari Israel, kami harus meminta bantuan agen yang mempunyai akses ke pemerintah Israel.
Setelah visa diperoleh, kita tidak bisa terbang langsung ke Yerusalem karena tidak ada penerbangan langsung dari Jakarta ke kota manapun di Israel dan Palestina.
Untuk mengunjungi Yerusalem, kami harus terbang dulu ke negara sahabat Israel, yaitu Turki. Kita harus transit dulu di Bandara Attaturk di Istanbul.
Di bandara Attaturk, sebelum naik ke pesawat tujuan Israel, kami harus melalui pemeriksaan yang sangat ketat. Koper dan tas harus dibuka dan isinya diperiksa dengan teliti, termasuk pakaian yang kami gunakan dari kepala sampai kaki, bahkan sepatu pun harus dicopot untuk diperiksa.