Seorang laki-laki berdiri di haluan perahu layar yang sedang mengarungi gelombang Laut Aegea, kemilau bintang di langit mengiringi pelayarannya.
Kedua bola matanya yang tajam menerawang jauh ke laut lepas. Hidungnya mancung, tulang pipinya menonjol, kumis dan janggutnya yang merah dibiarkan tumbuh subur.
Kerasnya kehidupan di laut membuat wajahnya terlihat lebih tua dari usianya yang sebenarnya. Laki-laki itu bernama Oruc, seorang pelaut muda yang lahir dan besar di Pulau Midilli.
Oruc merupakan anak kedua dari Yakup Aga, seorang pengusaha tembikar keturunan Turki-Albania yang disegani di pulau itu.
Seperti umumnya anak-anak yang lahir dan dibesarkan di pulau dan tinggal di dekat pantai, membuat kehidupan Oruc dan saudara-saudaranya sangat dekat dengan laut. Laut yang luas bagi mereka adalah teman yang penuh dengan misteri.
Oruc dan anak-anak lainnya setiap hari menatap lautan yang luas, dan mereka meyakini masa depan mereka ada di ujung lautan itu.
"Jangan mengaku sebagai laki-laki kalau kamu takut pada laut. Laut adalah sahabat para lelaki sejati. Laut adalah masa depan kita!"
Kalimat itu selalu diucapkan oleh Yakup Aga untuk memotivasi keempat anak laki-lakinya.
Kalimat yang membuat Oruc dan saudara-saudaranya termotivasi untuk menjadi pelaut.
Setelah remaja, Oruc dan ketiga saudara laki-lakinya, Ishak, Hizir dan Ilyas ikut membantu usaha ayahnya itu. Sang ayah membagi tugas kepada keempat anak laki-lakinya.
Si sulung Ishak diminta membantu mengurusi keuangan perusahaan, Oruc yang sudah lebih dulu menyatakan keinginannya untuk menjadi pelaut, diberi tugas untuk membawa dan menjual barang dagangan mereka keluar pulau. Si bungsu Ilyas juga memutuskan untuk mengikuti Oruc berlayar. Sementara Hizir diberi tugas mengurusi produksi dan penjualan tembikar.
Saat ini Oruc sedang berlayar dari Tripoli menuju Pulau Midilli bersama empat pemuda lainnya. Mereka semuanya adalah para pelaut dari Pulau Midilli. Baru tadi siang mereka meninggalkan dermaga Tripoli untuk kembali ke Pulau Midilli.