Lihat ke Halaman Asli

Adnan Abdullah

Seorang pembaca dan penulis aktif

Pengampunan Pajak di Indonesia, Sistem APA di Jepang

Diperbarui: 28 April 2016   03:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: Getty Thinkstock

Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak saat ini sedang menjadi topik yang hangat diperbincangkan di media massa. Pemerintah dan DPR memang sedang menggodok Rancangan Undang-undang (RUU) Pengampunan Pajak. Perlukah Undang-Undang itu dan apa manfaatnya buat negara dan rakyat Indonesia?

Baru-baru ini, media massa juga diramaikan oleh pemberitaan mengenai bocornya dokumen firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca. Dalam dokumen rahasia tersebut, diketahui adanya ratusan orang politikus, miliuner, selebriti, bintang olahraga kelas dunia, sampai mafia narkoba dan penipu dari berbagai negara yang memiliki perusahaan-perusahaan gelap di negara-negara bebas pajak (Tax Havens). Tujuan mereka tentu untuk menghindari pajak yang tinggi di negara-negara asal mereka (Tax Avoidance).

Sebelumnya Pemerintah Indonesia sebenarnya juga sudah memiliki data mengenai orang-orang kaya Indonesia yang menyimpan asetnya di 28 negara Tax Havens. Jumlahnya kalau digabung lebih dari Rp 11.540 Triliun! Bayangkan kalau uang sebanyak itu ditarik pulang ke Indonesia dan digunakan untuk investasi, maka dampaknya akan tercipta begitu banyak lapangan kerja dan kesejahteraan rakyat akan semakin meningkat.

Nah terkait dengan hal tersebut, Pemerintah merasa perlu untuk mengajak orang-orang kaya itu untuk menarik pulang asetnya di luar negeri melalui penawaran pengampunan pajak. Pengampunan pajak dimaksud meliputi penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi administrasi maupun pidana dengan membayar uang tebusan, tentu dengan tarif yang lebih kecil dari pajak terutangnya. Namun pengampunan ini tidak berlaku untuk dana atau penghasilan yang terkait tindak pidana korupsi, terorisme, narkoba dan perdagangan manusia.

Setiap kebijakan tentu akan ada dampak positif dan negatifnya. Dampak positif dari Pengampunan Pajak ini selain dapat menarik kembali uang dari luar negeri dan menggenjot penerimaan pajak, juga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pajak dan tax ratio melalui perluasan basis pajak. Namun harus dipikirkan juga dampak negatifnya, seperti kecilnya uang tebusan yang diterima oleh Negara dan kecemburuan dari Wajib Pajak yang selama ini sudah taat membayar pajak.

Satu hal yang perlu diingat bahwa pada dasarnya setiap orang tidak rela membayar pajak, itulah sebabnya dalam konstitusi kita, pajak itu bersifat memaksa. Memaksa yang dimaksud disini tentu yang berlandaskan undang-undang atau peraturan. Dalam perpajakan, ada berbagai cara orang untuk tidak membayar pajak, selain melalui penghindaran pajak (Tax Avoidance) dan pengelakan pajak (Tax Evation), juga bisa dilakukan dengan cara harga transfer (Transfer Pricing).

Praktek transfer pricing biasanya terjadi dalam transaksi antar perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa, namun berada di negara yang berbeda. Transaksi dalam praktek transfer pricing ini biasanya meliputi penjualan barang dan jasa atau pemberian pinjaman dengan harga khusus yang direkayasa.

Melalui transfer pricing tersebut, perusahaan multinasional dapat menggeser kewajiban perpajakannya dari anggota grup perusahaannya yang berdomisili di negara-negara yang menetapkan tarif pajak yang lebih tinggi (high tax country) ke anggota grup perusahaannya yang berdomisili di negara-negara yang menetapkan tarif pajak yang lebih rendah (low tax country). Dengan praktek transfer pricing ini, suatu perusahaan multinasional yang berkedudukan di negara yang tarif pajaknya tinggi akan melaporkan rugi, sehingga tidak perlu membayar pajak.

Dalam dunia bisnis, transfer pricing adalah hal yang lazim, namun tidak demikian bagi otoritas pajak. Praktek transfer pricing yang dilakukan oleh perusahaan multinasional akan berdampak pada hilangnya potensi penerimaan pajak bagi negara dimana perusahaan tersebut berdomisili atau memperoleh penghasilan.

Pemungutan pajak juga dapat dilakukan dengan cara-cara yang persuasif, contohnya adalah dengan menggalakkan sosialisasi pajak, menggugah kesadaran orang untuk membayar pajak, sistem self assessment, tax holiday, tax allowance, termasuk tax amnesty. Terkait dengan cara persuasif ini, Pemerintah Indonesia juga perlu meniru apa yang sudah dilakukan oleh Jepang dengan sukses. Jepang adalah negara pertama di dunia yang menerapkan sistem APA sejak tahun 1987 dan hingga saat ini berjalan dengan efektif. APA adalah singkatan dari Advance Pricing Arrangement (APA) atau Kesepakatan Harga Transfer.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline