Lihat ke Halaman Asli

Admin Eviyanti

Ibu rumah tangga, Pendidik Generasi dan Pegiat Literasi

Harga Beras Membuat Petani Makin Meranggas

Diperbarui: 30 September 2024   10:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pribadi

Oleh Rizka Adiatmadja
Penulis Buku & Praktisi Homeschooling

Wajar jika petani merasa dirundung kemalangan karena harga beras yang melambung dan melonjak tinggi di pasaran. Predikat sebagai produsen sama sekali tak membuat petani sejahtera seratus persen. Bahkan derita mengintai petani yang memiliki lahan sempit, segalanya semakin mengimpit.

Ada apa gerangan yang terjadi di negara ini, ironi yang terpampang jelas di antara sebutan Negeri Agraris? Harga beras semakin menjadi cerita yang dramatis. Ya, cengkeraman kapitalisme tak akan pernah membiarkan petani sejahtera, hal yang ada malah derita terus diciptakan hingga sengsara menjadi semakin nyata di antara limpahan SDA.

Dikutip dari kompas.com -- Sebesar 20% harga beras di Indonesia lebih tinggi jika dibanding harga global, begitu pandangan Bank Dunia menilai kondisi ini. Bahkan harga beras Indonesia konsisten tertinggi di ASEAN. Menurut Carolyn Turk sebagai Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, banyak faktor yang memicu kenaikan harga beras di Indonesia melambung tinggi.

Di antaranya adalah kebijakan pemerintah terkait kenaikan biaya produksi, adanya impor, dan tata niaga yang semakin diperketat dengan nontarif. Kebijakan pemerintah tersebut menjadi distorsi yang membuat harga beras melambung dan mengakibatkan berkurang daya saing pertanian. (20/9/2024)

Penyebab Melambungnya Harga Beras

Petani menghadapi realitas dari harga beras yang melambung tinggi yakni keuntungan rendah yang membuat kiprahnya meranggas. Semuanya tidak sebanding. Mengapa demikian? Kondisi timpang ini tentunya diakibatkan oleh beberapa keadaan yang memicu.

Pertama, yang menjadi pemicu utama adalah harga produksi yang semakin mahal. Meskipun ada klaim sepihak dari pemerintah yang menyatakan bahwa kenaikan harga produksi adalah peluang menguntungkan untuk para petani agar bisa mendapatkan keuntungan yang tinggi.

Ironis, fakta yang dihadapi oleh para petani tidaklah begitu. Mereka menguras kantong yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan produksi seperti harga benih, penyubur tanaman yang tidak murah, pestisida yang semakin tak terjangkau, dan lain sebagainya. Keuntungan yang diraup sungguh pas-pasan. Bahkan tak jarang mengalami kerugian.

Kedua, kondisi pendistribusian yang begitu panjang prosesnya menjadi hal yang membuat petani semakin terzalimi. Keuntungan bahkan lebih banyak dinikmati oleh tengkulak, distributor, dan agen. Petani sebagai produsen beras seakan-seakan dijebak oleh rantai pendistribusian yang merugikan.

Banyak tengkulak yang bermain curang. Mengeluarkan modal yang sedikit untuk keuntungan membukit. Permainan harga akhirnya dikuasai tengkulak. Membeli gabah sebelum panen dengan harga murah untuk menyiasati keuntungan agar melimpah.

Ketiga, oligarki yang memonopoli sektor pertanian menjadi hal besar bagi petani tidak bisa berkutik. Dari hulu hingga hilir, oligarki terus menyisir. Mereka memiliki lahan yang begitu luas ditunjang dengan alat canggih berkualitas, tentulah akan sanggup mengalahkan sawah seadanya yang tidak memiliki peralatan pertanian yang berteknologi tinggi. Keterbatasan lahan telah membuat petani jauh sekali dari kesejahteraan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline