Annyeonghaseyo, yeorobun! Sekitar tahun 2014 lalu saya tanpa sengaja ‘numpang’ nonton cuplikan video konser sebuah boy group Korea di laptop seorang kawan kuliah. Sebelumnya saya memang sudah menjadi penikmat drama Negeri Ginseng ini. Tetapi saya tidak pernah menaruh perhatian khusus pada musiknya. Saya lebih memilih western pop, ketimbang lagu-lagu yang ditampilkan oleh sekelompok pria berdandan menor sambil menari-nari di atas panggung. Apasih lebay amat kayak cewek makeup-nya, begitu pikir saya.
EXO, Cinta Pertama di Dunia K-Pop
Hari itu, saya kena ‘karma’. Pemikiran saya berubah total ketika menyaksikan penampilan stage berjudul ‘Eldorado’ dari sebuah grup bernama EXO. Lagu yang mampu membuat jantung berdegup kencang, merinding sebadan-badan, serta takjub ternganga. Ditambah tata panggung yang mewah, properti dan visual yang berkelas, vokal dan suara yang sopan sekali di telinga, serta koreografi yang powerful, seketika membuat saya terpesona akan ke-grande-an ‘Eldorado’. Saya tidak pernah menyaksikan penampilan panggung semegah dan seindah itu sebelumnya. Hebat betul grup ini.
Singkat cerita, lagu inilah yang membuat saya jatuh cinta dengan grup beranggotakan 9 pria tampan bertalenta itu. Berawal dari ‘Eldoraro’, lagu-lagu EXO yang lain pun akhirnya menjadi konsumsi sehari-hari.
Tanpa terasa, cinta di dada terus tumbuh subur dipupuk oleh waktu. Jerat Hallyu (Korean Wave) semakin erat. Bergabung dengan fandom grup ini pun akhirnya tak terelakkan. Saya—secara sadar—menjadi bagian dari EXOL (fandom EXO) sejak tahun 2016 karena ‘kegilaan’ saya kepada Baekhyun, sang main vocalist EXO. Hingga saat ini kecintaan saya kepada EXO bukannya redup, justru makin menggebu-gebu setiap member EXO muncul dengan update terbaru.
Menghadapi Beragam Stigma
Meski sudah bertahun-tahun berlalu, menjadi fans K-Pop di negara ini rupanya tidak mudah, yeorobun. Sebagai ibu dari seorang balita, saya kerap mendapat stigma dari lingkungan sekitar yang mayoritas bukan penggemar K-Pop ataupun drama Korea. Dan, ternyata tidak sedikit pula rekan K-Pop-ers yang senasib dan serasa.
Kami harus menghadapi banyak sekali prasangka dan stigma. Mulai dari stigma fans fanatik, suka berlebihan memuja idola, tukang konser dan buang-buang duit, tidak cinta budaya sendiri, menelantarkan anak demi oppa-oppa, tidak setia kepada suami sendiri, sampai dibenturkan dengan nilai norma dan agama yang saya anut.
Marah? Iya, tentu awalnya saya sempat tersinggung dan gusar dengan stigma-stigma tersebut. Tapi sekarang, saya sudah terbiasa dan lebih santai menghadapi pandangan masyarakat yang beragam terhadap fans K-Pop.
Kebanyakan mereka yang menilai negatif adalah mereka yang (mungkin) tidak menyadari bahwa penggemar K-Pop sama dengan penggemar Indonesian Pop maupun sepakbola.
Penyanyi dan artis Indonesia banyak jumlahnya. Begitu pula dengan klub sepakbola, baik domestik maupun mancanegara. Adalah hak setiap orang untuk mengidolakan penyanyi, artis atau klub sepakbola manapun sesuai selera.
Lantas, kenapa fans K-Pop yang harus dipandang sebelah mata? Apakah karena embel-embel Hallyu? Atau justru malah menunjukkan betapa besarnya pengaruh Hallyu di Indonesia?