Lihat ke Halaman Asli

Terimakasih, Dik

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

TERIMA KASIH, DIK.

Karya : Adma Winarko

Sore. sudah kujanjikan untuk datang ke tempatmu. Penuh keyakinan aku niatkan langkah untuk menuju. Ada rasa kekalutan. Kusanggah dengan melihat lalu lalang orang di jalan. Jalan yang membawaku menuju tempatmu. Semakin memuncak perasaanku. Saat jalan semakin dekat. Aku tiba.

“Assalamulaikum”, salam dariku sesampaiku di tempatmu.

“Walaikum salam”, jawaban yang menyambut salamku. Aku melihatmu dari balik jendela. Dan ternyata itu suaramu.

Duduk pada sebuah kursi di pelataran tempatmu. Menunggumu datang. Kita bertemu. Berdiri di depanku dan aku malu saat kau tersenyum. Kita bercengkerama saat hujan tiba. Rintiknya menyentuh tanah yang kering. Sama seperti senyummu yang ditemukan mataku.

Teringat cerita tentang hujan. Ia datang membawa rahmat, bagi tunas-tunas pohon yang sedang tumbuh. Seperti perasaan ini. Dan harapanku untuk menjadikannya sebuah rahmat semoga terkarunia.

Aku melihatmu dengan sepasang mataku. Lalu tersenyum. Petang tiba, kita masih bercengkerama namun belum tentang apa yang ingin ku ungkapkan. Terdengar suara adzan. Kita berpisah sejenak, untuk memenuhi panggilan sujud.

***

Kembali kita duduk bersama. Diantara gerimis yang tenang. Aku memantapkan untuk mengungkap sekarang. Dari tempatku duduk kulihat kau melihatku. Namun segera kau menatap gerimis. Saat itu.

“Aku ingin lebih dekat mengenalmu”,

Kau terdiam seperti memintaku melanjutkan kata yang tertahan.

“Aku ingin lebih dekat mengenalmu. Aku tertarik denganmu”, sedikit kelu aku berucap. Terputus-putus berkata.

Kau masih terdiam. Maaf jika aku membuatmu tak nyaman. Aku hanya mencoba jujur. Tidak lebih dari itu, atau malah memaksamu. Tidak. Aku hanya mengungkapan, sedangkan jika itu pertanyaan kau sendiri yang tahu.

“Aku merasakan hal yang sama”, jawaban yang memecah diammu.

Dibawah gerimis. Di pelataran petang. Kelingking kita menyatu. Mengikat. Setelah hari itu akan banyak hal yang akan kita tuliskan. Untuk kita baca dan resapi. Kelak akan menjadi bekal. Dalam perjalanan kita saling mengenal. Terima kasih, dik.

-Adma Winarko 2012-

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



Kontak Penulis :

FB : Adma Winarko

Twitter : @AdmaWinarko

email : sastraindonesia16@yahoo.co.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline