Lihat ke Halaman Asli

Adli Nadhif Syaifullah

Mahasiswa Magister Agribisnis Universitas Sumatera Utara

Pentingnya Meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Lingkungan Kerja di Industri Perkebunan Kelapa Sawit Modern

Diperbarui: 30 Mei 2024   00:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar : Freepik

Kesehatan kerja harus mutlak dilaksanakan dalam dunia kerja dan dunia usaha, oleh semua orang yang berada di tempat kerja baik pekerja, pemberi kerja, jajaran pelaksana, penyedia maupun manajemen, serta pekerja yang bekerja untuk diri sendiri (self employed). Hal ini dikarenakan bekerja adalah bagian dari kehidupan dan setiap orang memerlukan pekerjaan untuk mencukupi kehidupan atau aktualisasi diri, namun dalam melaksanakan pekerjaanya, berbagai potensi bahaya atau factor resiko di tempat kerja dapat mengancam diri peserta atau menimbulkan cedera bahkan bisa menganggu Kesehatan. 

Potensi bahaya dan risiko di tempat kerja antara lain akibat sistem kerja atau proses kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan yang bersumber dari penggunaan mesin, alat, bahan yang bersumber dari keterbatasan pekerjaanya sendiri, perilaku hidup yang tidak sehat dan perilaku pekerja yang tidak aman, buruknya lingkungan kerja, kondisi pekerjaan yang tidak ergonomik, pengornasian pekerjaan dan budaya kerja yang tidak kondusif bagi keselamatan dan Kesehatan kerja.  

Bahkan di industri perkebunan permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja masih belum terlalu diperhatikan, hal ini terlihat dari masih maraknya kasus kecelakaan kerja pada industri perkebunan. Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat sebanyak 7.891 kasus kecelakaan kerja terjadi di industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia periode Januari 2023 sampai Juni 2023. 

Dengan begitu terdapat total terdapat 52.766 kasus kecelakaan kerja dialami perkebunan kelapa sawit sejak 2019 hingga Juni 2023.

Sebaiknya, pekerja yang terganggu isu ksehatannya baik itu dikarenakan cacat, cedera, atau terserang virus penyakit yang berpotensi dapat menganggu aktivitas kelancaran kerja yang nantinya akan menurunkan produktitas dan daya saingnya juga akan menurun. Pekerja yang terganggu kesehatannya dapat membahayakan teman kerja atau lingkungan kerja. Sebagai contoh pekerja yang menderita TBC dapat menularkan penyakitnya kepada teman kerja yang lain, pekerja yang buta warna akan meyebabkan korsleting listrik apabila menyambung kabel listrik.

Kesehatan kerja merupakan bagian dari keselamatan kerja yang memiliki tujuan untuk membuat tenaga kerja selamat, sehat, dapat produktif, sejahtera dan memiliki daya saing yang kuat karena hal-hal yang disebutkan diatas apabila dimiliki oleh seorang pekerja dapat memperlancar produktivitas bisnis dan keberlanjutan bisnis. Kecelakaan kerja diminimalisi oleh upaya keselamatan kerja, sedangkan pekerja dijaga, dipelihara dan ditingkatkan oleh upaya Kesehatan kerja. 

Terdapat beberapa bahaya potensial yang terdapat di dalam lingkungan kerja perkebunan kelapa sawit diantaranya :

1. Kebisingan dalam Pekerja Perkebunan 

Rata-rata pekerja di perkebunan kelapa sawit mempunyai pembagian jam kerja terdiri atas 2 shift yaitu selama 8 jam yang memiliki waktu jeda istirahat, jam kerja tersebut juga dipengaruhi oleh hasil panen. Jika hasil panen sedang melimpah maka pekerja bisa melakukan pekerjaan selama 12 jam dalam satu hari selama 7 hari hal ini biasanya berlangsung pada triwulan ke 4. Jika dilakukan perbandingan hasil observasi dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 akan didapatkan hasil sesuai pada jumlah jam kerja karena memiliki jeda istirahat, sementara untuk tingkat kebisingan telah melewati nilai ambang batas yaitu >85 dB. 

Berdasarkan durasi lama waktu bekerja sudah melebihi untuk satu triwulan tapi untuk 3 triwulan lain nya masih dalam batas standar yang diperbolehkan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 hal ini jika berlangsung secara terus menerus pada pekerja dapat membuat menurunya fungsi pada sistem pendengaran dan sistem lainnya. Menurut Azmi (2016), gangguan kebisingan yang melebihi ambang batas waktu tertentu dapat membuat gangguan auditory berupa tinitus, tuli sementara dan tuli menetap. selain itu gangguan non auditory juga dapat timbul pada kebisingan yang melibihi ambang batas yaitu gangguan dalam komunikasi, gangguan psikologis, dan gangguan keseimbangan.

2. Iklim Kerja dan Suhu Perkebunan Kelapa Sawit

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline