Lihat ke Halaman Asli

Anti Mabuk dengan Tolak Angin

Diperbarui: 1 Agustus 2018   01:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Pribadi

Saya akui bahwa saya adalah penjelajah tapi lemah. Saya sering bepergian ke luar kota menggunakan bis, mobil, kereta api, kapal, pesawat tapi saya punya titik lemah yang parah. Saya mudah mabuk darat ataupun mabuk laut. Bahkan saya juga mengidap mabuk di ketinggian. Awalnya mual, kemudian keringat dingin dan akhirnya saya ingin muntah. 

Ada 3 hal yang biasanya saya sediakan ketika bepergian, yaitu minyak angin, Tolak Angin dan kantong muntah. Banyak orang yang tak tau penyakit bawaan ini. Karena saya sangat pandai menyembunyikannya. Jika saya sudah merasa dingin di bagian perut dan mulai berkeringat, saya segera menggunakan minyak angin di bagian tengkuk dan pelipis. Jika ternyata tak mempan, saya segera meminum Tolak Angin. 

Cara minumnya pun tidak langsung sekaligus. Biasanya saya robek di bagian ujung plastik dan menghisap cairan jamu dengan perlahan. Hal ini saya lakukan untuk menghilangkan mual. Rasa pedas manis segar dari campuran Adas, Kayu Ules, Daun Cengkeh, Jahe, Daun Mint dan Madu membantu saya untuk menghilangkan rasa ingin muntah. 

Mungkin karena di Indonesia orang sudah terbiasa dengan bau-bau obat tradisional seperti ini, membuat banyak orang tak heran dan berlalu lalang seperti biasa jika saya melakukan proses menghisap bungkus Tolak Angin. 

Berbeda cerita saat saya menempuh pendidikan di Belanda. Ketika saya pergi praktek lapang di Texel, Den Helder, saya tidak memeriksa isi tas dengan baik. Awalnya saya merasa sudah memasukkan minyak angin ke dalam tas, namun ternyata saya tak membawanya. Tiba-tiba saya merasa pusing ketika tiba di atas kapal menuju Texel. Rasa mual semakin bertambah ketika semua orang bersiap untuk naik mobil. 

"Semoga supirnya bisa bawa mobil dengan perlahan," doa saya dalam hati. Namun ternyata sang supir merupakan mantan pembalap jalanan. Ia lumayan ngebut. Ternyata pengemudi kendaraan di pulau ini selalu membawanya dalam kecepatan tinggi. Saya pun hampir muntah. Untungnya saya masih mempunyai satu bungkus Tolak Angin di dalam tas. Akhirnya saya pun merobek sedikit di plastik Tolak Angin untuk menghilangkan mual. 

Ketika saya buka dan mulai menghisap salah satu sisi Tolak Angin, semua orang mulai bertanya-tanya. Mereka bertanya tentang bau yang menguar dari bungkus Tolak Angin.  Karena bau campuran bahan-bahan tradisional ini sangat melegakan hidung dan tenggorokan. 

Mereka semua berharap untuk mencicipi Tolak Angin yang saya minum. Namun karena saya hanya punya satu bungkus Tolak Angin, dan sudah ada bekas saliva di robekan bungkus TolakAngin. Hahah. Dengan terpaksa mereka tak bisa saya bagi. Tapi beberapa dari mereka meminta saya untuk membawanya suatu saat ke kampus. 

Saya pikir perjalanan di Texel akan berhenti di hari itu, ternyata kami masih memiliki perjalanan naik kapal nelayan di Wadden Sea. Untungnya teman saya, Dita, masih punya stok 2 bungkus Tolak Angin yang mau ia bagi kepada saya. 

Tak terbayangkan bagaimana leganya saya, ketika Dita mengatakan masih punya stok Tolak Angin dan mau berbagi. Sehingga perjalanan saya menggunakan kapal tak tercederai dengan bau-bau muntah. Haha. Kebayang kalau pas lagi nangkep ikan ada campuran muntah di dalam jaring. Terima kasih Dita dan Tolak Angin telah menyelamatkan perjalanan panjang saya. 

Temani Waktu Belajar

Foto Pribadi

Tak hanya di perjalanan, TolakAnginBerkhasiatLebih juga menemani saat-saat saya sakit dan butuh kehangat. Tolak Angin yang lolos dalam uji laboratorium, teruji bisa membantu menjaga stamina sebelum melakukan aktivitas yang padat. Apalagi jika punya banyak kegiatan di kampus. Beban kerja yang berat terkadang menjadi pintu bagi penyakit masuk angin datang ke dalam tubuh.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline